PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) belum akan membagikan dividen kepada pemegang saham untuk tahun buku 2022. Padahal Garuda Indonesia membukukan laba bersih sebesar US$ 3,73 miliar atau setara dengan Rp 55,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.968,65/US$) sepanjang 2022.
Dari segi pendapatan, perseroan meraih US$ 2,1 miliar. Jumlah ini naik 57% dari pencapaian tahun sebelumnya yakni US$ 1,33 miliar.
Namun demikian, kinerja Garuda Indonesia sepanjang 2022 juga diuntungkan adanya restrukturisasi utang. Sepanjang tahun lalu, perusahaan mendapatkan pendapatan dari restrukturisasi utang sebesar US$ 2,85 miliar, serta keuntungan dari restrukturisasi pembayaran sebesar US$ 1,38 miliar.
"Pencetakan laba karena ada pembalikan liabilitas. Kami masih akan diskusikan dengan pemegang saham mayoritas yaitu pemerintah, nanti keuntungan ini mau diapakan perlakuannya," kata Irfan Setiaputra kepada Katadata.co.id, dikutip Rabu (12/4).
Ia mengatakan ada keinginan dari Garuda Indonesia untuk membagikan dividen kepada para pemegang saham. Namun Irfan mengaku bingung untuk membagikan dividen tersebut mengingat kondisi laba yang untung, tapi karena pembalikan utang.
"Mayoritas keuntungan kita kalau tidak ingin dibilang 99% itu karena pembalikan utang," ucap Irfan.
Adapun GIAA mencatatkan kerugian selama lima tahun berturut-turut, namun pada akhirnya perusahaan penerbangan pelat merah ini mampu membukukan laba bersih pada 2022. Pencapaian ini berhasil diperoleh berkat kenaikan pendapatan, serta adanya restrukturisasi utang emiten penerbangan berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini.
Pada akhir tahun lalu Garuda Indonesia resmi merampungkan proses restrukturisasi yang terus diintensifkan sejak akhir 2021. Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan, bahwa paket langkah strategis demi memenuhi kewajiban perjanjian perdamaian Garuda Indonesia telah terpenuhi secara lengkap.
Dengan demikian, Garuda siap mengimplementasikan Perjanjian Perdamaian secara efektif mulai 1 Januari 2023. Paket persyaratan homologasi perjanjian damai Garuda itu antara lain penerbitan surat utang baru dan surat utang berbasis syariah atau Sukuk pada 28 dan 29 Desember 2022.
Sebelumnya, langkah strategis yang juga telah dipenuhi adalah realisasi Dana Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp 7,5 triliun. Kemudian, penerbitan saham baru atau rights issue dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD), selanjutnya Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD).