Simak Laporan Lengkap Keuangan BUMN Karya Semester I

ANTARA FOTO/ Indrianto Eko Suwarso
Pekerja konstruksi melintas di lokasi proyek pembangunan rumah tapak menteri di Ibu Kota Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Penulis: Zahwa Madjid
Editor: Lona Olavia
3/8/2023, 12.55 WIB

Sejumlah perusahaan sudah melaporkan laporan keuangan per semester pertama 2023. Tak terkecuali emiten-emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya. Dalam periode tersebut kinerja BUMN Karya bervariatif, namun mayoritas menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Berikut kinerja keuangan BUMN Karya:

  • PT Wijaya Karya Tbk (WIKA)

Wijaya Karya membukukan rugi Rp 1,88 triliun. Realisasi itu membengkak 14.019% secara tahunan dari sebelumnya Rp 13,23 miliar.

Padahal pendapatan usahanya naik 28,81% secara tahunan mencapai Rp 9,25 triliun. Kontribusi utama berasal dari proyek infrastruktur dan gedung senilai Rp 4,76 triliun, disusul industri Rp 2,17 triliun, hingga energi industrial plat sebanyak Rp 1,62 triliun. Adapun proyek hotel memberi penghasilan sebanyak Rp 409,75 miliar dan properti sebanyak Rp 221 miliar.

  • PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON)

Anak usaha Wijaya Karya, Wijaya Karya Beton membukukan laba bersih tahun berjalan Rp 11,2 miliar sepanjang enam bulan pertama 2023. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu laba WTON anjlok 81,4%. Per 30 Juni 2022 dibukukan laba bersih tahun berjalan Rp 60,2 miliar.

Dari segi pendapatan usaha terdapat penurunan 2,16% secara tahunan yakni Rp 1,81 triliun per Juni 2023. Pada enam bulan pertama 2022 dibukukan pendapatan usaha Rp 1,85 triliun. Secara rinci perseroan membukukan Rp 1,02 triliun pendapatan usaha dari produk putar. Sedangkan dari produk non putar sebesar Rp 572 miliar, dari jasa Rp 25,4 miliar dan konstruksi Rp 197 miliar.

  • PT Adhi Karya Tbk (ADHI)

Adhi Karya mencatat laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk Rp 12,41 miliar. Angka tersebut naik 21,31% dari periode yang sama tahun 2022. Capaian laba tersebut berasal dari pendapatan usaha sepanjang paruh pertama tahun ini yang naik 0,45% mencapai Rp 6,35 triliun.

Pendapatan usaha ADHI ditopang segmen investasi dan konsesi Rp 398,62 miliar, dari sektor manufaktur Rp 454,96 miliar, dari segmen properti dan pelayanan Rp 303,53 miliar. Sementara segmen teknik dan konstruksi turun sebesar 1,33% secara tahunan menjadi Rp 5,19 triliun pada semester pertama tahun ini.

  • PT Adhi Commuter Properti Tbk (ADCP)

Adhi Commuter Properti mencatatkan laba bersih periode berjalan sebesar Rp 20,7 miliar. Laba tersebut merosot 44,8% dari semester I 2022 sebesar Rp 37,5 miliar. Hal ini karena pendapatan anak usaha Adhi Karya ini juga turun 31,67% menjadi Rp 210,44 miliar.

  • PT PP Tbk (PTPP)

PT PP membukukan peningkatan laba bersih meski pendapatan turun menjadi Rp 8,04 triliun. Laba bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk tercatat sebesar Rp 96,41 miliar atau naik 10,87% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 86,96 miliar. 

PT PP membukukan penurunan pendapatan sebesar 11% menjadi Rp 8,04 triliun. Raihan pendapatan tersebut ditopang oleh jasa konstruksi sebesar Rp 6,42 triliun, Kemudian segmen properti dan real estate sebesar Rp 391,14 miliar, segmen EPC Rp 930,14 miliar, dan segmen energi Rp 76,64 miliar.

Lalu persewaan peralatan tercatat Rp 65,90 miliar, pendapatan keuangan atas konstruksi aset keuangan konsesi sebesar Rp 142,25 miliar, serta segmen pracetak sebesar Rp 19,35 miliar. 

  • PT PP Presisi Tbk (PPRE)

PP Presisi catatkan penurunan laba bersih menjadi Rp 66,4 miliar. Terjadi penurunan 26,06% pada akhir Juni 2023 yang mencatatkan laba bersih Rp 89,8 miliar.

Sedangkan dari sisi pendapatan, PPRE juga turun menjadi Rp 1,68 triliun atau sekitar 2,89%. Jika dibandingkan dengan per akhir Juni 2023 yang sebesar Rp 1,73 triliun.

Secara rinci pendapatan didapatkan dari konstruksi Rp 1,59 triliun, sewa Rp 48,5 miliar, dan ready mix sebesar Rp 37,3 miliar.

  • PT Properti Tbk (PPRO)

PP Properti membukukan penurunan 69,87% menjadi Rp 296,7 miliar. Pada semester pertama tahun lalu, perseroan membukukan pendapatan Rp 984,7 miliar.

Secara rinci, pendapatan PPRO ditopang oleh penjualan apartemen Rp 188,8 miliar, penjualan tanah Rp 3,9 miliar, pendapatan properti hotel Rp 76,1 miliar, biaya layanan penyewa Rp 17,4 miliar, dan sewa Rp 10,3 miliar.

Kendati pendapatan perseroan anjlok, PPRO mengantongi laba bersih hingga Rp 38,3 miliar sepanjang semester pertama 2023. Terdapat kenaikan 660% secara tahunan. Jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu Rp 5,17 miliar.

  • PT Waskita Karya Tbk (WSKT)

Waskita Karya membukukan rugi yang diatribusikan kepada pemilik perusahaan Rp 2,07 triliun pada paruh pertama 2023. Kerugian ini membengkak 776,25% dari periode yang sama tahun sebelum Rp 236,51 miliar. Menelisik laporan keuangan Waskita Karya, perusahaan tercatat membukukan pendapatan senilai Rp 5,27 triliun. 

Perolehan pendapatan tersebut turun 13,42% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 6,09 triliun. Pendapatan usaha dikontribusi dari raihan jasa konstruksi yang mencapai Rp 4,34 triliun. Lalu perusahaan juga mendapat perolehan dari segmen jalan tol hingga Rp 548,37 miliar. Sementara dari segmen penjualan precast Rp 194,41 miliar.

Selanjutnya dari segmen penjualan infrastruktur lainnya, perusahaan mendapat Rp 28,75 miliar, sementara dari pendapatan hotel Rp 41,04 miliar. Lalu perolehan bunga dari jasa konstruksi, perusahaan memperoleh Rp 23,85 miliar.

  • PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP)

Waskita Beton masih mencatatkan rugi sepanjang enam bulan pertama 2023. Melihat laporan keuangannya, WSBP merugi Rp 263 miliar. Padahal pada periode yang sama tahun lalu perseroan membukukan laba bersih Rp 1,42 triliun.

Dari segi pendapatan, perseroan juga mencatatkan penurunan hingga 13,7% dari tahun sebelumnya. Sepanjang semester pertama 2023 WSBP kantongi pendapatan Rp 641 miliar. Pada periode yang sama tahun lalu, tercatat pendapatan Rp 743 miliar.

Secara rinci, WSBP mencatatkan beban penjualan sebesar Rp 39,82 miliar, beban umum dan administrasi Rp 332,4 miliar, beban non contributing plant sebesar Rp 166,3 miliar, beban pajak penghasilan final Rp 804,8 juta, dan kerugian selisih kurs Rp 85,49 juta.

Reporter: Zahwa Madjid