PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 7% hingga 9% pada akhir tahun 2023. Perusahaan menyiapkan beberapa strategi untuk mendorong pertumbuhan kredit, salah satunya fokus menyasar segmen korporasi blue chip atau perusahaan yang memiliki kapitalisasi pasar yang besar.
Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini mengatakan, perusahaan terus mengoptimalkan produk melalui rantai nilai dan fokus pada ekspansi untuk sektor-sektor yang prospektif. Ia menyebut BNI akan terus fokus pada beberapa sektor ekonomi yang prospektif dan tangguh, di mana dapat meningkatkan pertumbuhan kredit, misalnya sektor manufaktur maupun hilirisasi sumber daya alam. Selain itu, BNI juga menjadikan pembiayaan hijau sebagai prioritas perusahaan.
"Kami memiliki pipeline yang kuat di segmen wholesale pada akhir tahun, khususnya untuk perusahaan-perusahaan bluechip yang prospektif di antaranya manufaktur dan sumber daya alam," kata Novita, dalam konferensi pers, Selasa (31/10).
Pertumbuhan kredit BNI periode Januari-September 2023 tumbuh sebesar 7,8% year-on-year (yoy) menjadi Rp 671,4 triliun. Pertumbuhan kredit ini didorong oleh ekspansi di segmen berisiko rendah, yaitu korporasi blue chip baik swasta maupun badan usaha milik negara (BUMN), kredit konsumer, dan perusahaan anak.
Selain itu, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) BNI per September telah berada di level 2,3%, membaik dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 3,0%. Rasio loan at risk (LAR) BBNI di level 14,4%, turun signifikan dibandingkan dengan posisi 19,3% pada September tahun 2022.
Kualitas aset yang terus membaik ini membuat perseroan dapat mengurangi pembentukan beban Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Hal ini membuat biaya kredit membaik dari 2,0% pada September 2022 menjadi 1,4% pada September tahun ini.
BNI juga mengambil langkah prudent dengan membangun likuiditas yang kuat. Hingga September 2023, Dana Pihak Ketiga (DPK) bank tercatat tumbuh 9,1% secara tahunan mencapai Rp 747,6 triliun.