Kondisi keuangan negara berkembang di Asia Timur tengah melemah pada kuartal III 2023. Laporan terbaru Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) menyatakan, imbal hasil obligasi pemerintah di sebagian pasar tengah meningkat sebagai respons terhadap kenaikan tingkat suku bunga di AS.

Baru-baru ini, Bank Sentral AS juga memberikan sinyal bahwa suku bunga di Amerika Serikat (AS) akan tetap tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama. Menurut edisi terbaru Asia Bond Monitor yang dirilis Senin (27/11) kemarin, kondisi keuangan di kawasan negara berkembang Asia Timur mengalami pelemahan antara 1 September dan 10 November.

Penurunan ini dipicu oleh permintaan eksternal yang lemah dan penurunan proyeksi pertumbuhan di Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Bersama dengan kebijakan ketat yang masih dipegang oleh Federal Reserve AS dalam hal kebijakan moneter.

Efek dari pelemahan ini adalah penurunan pasar saham regional dan peningkatan dalam premi risiko. Ada catatan aliran modal keluar dari pasar saham dan obligasi. Penguatan dolar AS karena tingkat suku bunga tinggi juga menekan mata uang-mata uang regional.

Adapun negara berkembang di Asia Timur mencakup perekonomian dari negara-negara anggota Asia Tenggara (ASEAN), Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Hong Kong-Tiongkok, dan Republik Korea.

Menurut Kepala Ekonom Asian Development Bank Albert Park melihat inflasi di negara berkembang dalam beberapa tahun ke depan akan lebih rendah. Pada saat bersamaan, ia juga menyebut bank-bank sentral tetap perlu waspada atas gejolak keuangan di tengah tingginya suku bunga. 

“Ini perkembangan yang bagus karena bank sentral di kawasan ini dapat lebih memiliki kelonggaran untuk mendukung pertumbuhan ekonomi,” kata Albert Park melansir dari Asian Development Bank, dikutip Selasa (28/11). 

Penerbitan obligasi meningkat sebanyak 8,6% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, mencapai US$ 2,5 triliun pada kuartal III 2023. Obligasi yang diterbitkan dalam mata uang lokal di kawasan tersebut juga melesat 2,5% mencapai US$ 23,5 triliun.  

Di antara jumlah tersebut, obligasi pemerintah juga meningkat sebesar 3%, yang sekarang mencapai 62,4% dari total obligasi dalam mata uang lokal yang beredar di negara berkembang. Sementara itu, jumlah obligasi perusahaan yang beredar juga naik sebesar 1,5%. 

Obligasi berkelanjutan yang beredar di ASEAN ditambah dengan RRT, Jepang, dan Republik Korea (ASEAN+3) untuk mendanai proyek dan program dengan dampak positif terhadap lingkungan dan sosial, mencapai nilai sebanyak US$ 734,1 miliar pada akhir September 2023. 

Sementara penerbitan obligasi berkelanjutan mencapai US$ 57,3 miliar di wilayah ASEAN+3. Kontribusi dari ASEAN+3 mencapai 36,3% dari total penerbitan obligasi berkelanjutan di seluruh dunia selama kuartal ketiga 2023. Sehingga menjadikan pasar obligasi berkelanjutan regional ini sebagai yang terbesar kedua di dunia. Pasar ASEAN sendiri menyumbang sekitar 7,4% dari nilai penerbitan total oleh ASEAN+3.

Reporter: Nur Hana Putri Nabila