Saham emiten geothermal milik taipan Prajogo Pangestu PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) lagi-lagi melonjak. Alhasil BREN sempat menduduki posisi emiten dengan kapitalisasi pasar (market cap) terbesar, menggeser PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang sudah lama menjadi raja market cap di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat (8/12) pukul 09.17 WIB saham BREN menyentuh level tertinggi sepanjang masa (all time high/ATH) baru di Rp 8.175 per saham, dengan market cap Rp 1.083 triliun.
Angka market cap tersebut melampaui BBCA di angka Rp 1.081 triliun. Saham emiten bank milik Grup Djarum yang dikuasai duo Hartono tersebut tengah terkoreksi 0,57% ke Rp 8.775 per lembar.
Adapun kenaikan harga saham BREN yang sudah sangat tinggi ternyata masih mampu membuat jumlah pemegang sahamnya bertambah banyak.
Menurut laporan bulanan registrasi pemegang saham perseroan per 30 November 2023, dikutip Kamis (7/12) jumlah pemegang saham emiten yang dimiliki orang terkaya nomor satu di Indonesia itu bertambah 4.201 dari bulan sebelumnya.
Terbaru jumlah pemegang saham BREN kini menjadi 28.955 per akhir November, dari 31 Oktober yang saat itu masih 24.754 pemegang saham.
Sedangkan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) bulan lalu juga mengalami kenaikan jumlah pemegang saham. Namun jumlah pemegang sahamnya hanya bertambah 2.576. Sehingga jumlah pemegang saham BBCA kini menjadi 324.904 per akhir November, dari 31 Oktober yang sebanyak 322.328 pemegang saham.
Alhasil secara penambahan jumlah pemegang saham, BREN mampu lebih unggul nyaris dua kali lipat dibandingkan BBCA.
Kapitalisasi pasar atau market cap adalah sebuah ukuran yang didasarkan pada nilai agregat suatu perusahaan. Biasanya para investor menggunakan nilai market cap sebagai indikator untuk mengetahui seberapa besar ukuran perusahaan.
Sebagai informasi, Barito Renewables baru mencatatkan sahamnya dengan kode BREN di BEI mulai 9 Oktober 2023. Perseroan menggelar penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) di Rp 780 per saham. Sejak IPO saham BREN kini alhasil sudah terbang 948%.
Sedangkan bank swasta terbesar di Indonesia BCA menggelar IPO pada 31 Mei 2000 dengan harga awal Rp 1.400 per saham. Karena harganya yang terus naik maka manajemen memutuskan untuk melakukan pemecahan saham atau stock split beberapa kali
Pandangan Analis
Head of Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, melihat tren yang ada, sebagai analis ia tidak melihat secara fundamental saham BREN layak dinilai sebesar itu. Pengalaman dari saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) dan PT DCI Indonesia Tbk (DCII) yang juga pernah to the moon, investor akan kembali rasional dalam jangka panjang.
“Investor yang tetap tertarik pada prospek energi baru terbarukan bisa wait and see. Bilapun tertarik masuk, lebih baik dengan strategi trading cut loss dan profit taking yang disiplin,” ujarnya kepada Katadata.co.id, Jumat (8/12).
Sementara terkait posisi market cap, Wawan mengatakan, raja market cap kan memang bisa saja berganti. “Saya ingat pernah TLKM, ASII trus disalip BBCA sampai sekarang. Suatu saat pasti ada yang salip BBCA, cuma ya kalau BREN tidak akan sustain lama,” ucap Wawan.