Emiten rokok PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) membeberkan faktor dan tantangan yang membuat kinerjanya lesu pada semester I 2024. Produsen rokok tersebut mencatat penurunan laba periode berjalan sebesar 11,55% menjadi Rp 3,31 triliun per Juni 2024 .
Direktur Utama HM Sampoerna Ivan Cahyadi mengatakan hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor. Di antaranya tarif cukai, maraknya peredaran rokok ilegal, hingga kesenjangan tarif rokok golongan I. Ivan mengatakan masyarakat kini banyak mulai bermigrasi untuk mengonsumsi rokok yang lebih murah atau downtrading. Kondisi tersebut berdampak pada industri tembakau dan turunannya yang lesu.
Tak hanya itu, maraknya rokok ilegal di bawah golongan I turut menekan penjualan rokok HMSP. Pangsa pasar segmen di bawah Golongan I pada semester 1 2024 telah mencapai lebih dari 44% atau bertumbuh lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun 2017.
Ivan menegaskan pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap sigaret kretek tangan atau produk padat karya lainnya demi menjaga industri rokok yang legal.
“Ini bukan hanya berdampak terhadap industri tembakau, tetapi industri hasil tembakau tentunya juga terpapar kondisi ekonomi,” kata Ivan dalam Paparan Publik HM Sampoerna di Jakarta, Senin (29/7).
Di samping itu, Ivan mengatakan bahwa kinerja industri hasil tembakau masih menghadapi banyak tantangan yang dipengaruhi oleh dinamika pasar. Meskipun pertumbuhan ekonomi relatif stabil, daya beli konsumen secara keseluruhan cenderung melemah. "Tantangan industri rokok juga diperparah oleh kenaikan tarif cukai dua digit yang jauh di atas tingkat inflasi dan semakin melebarnya jarak tarif cukai antar segmen," ujar Ivan.
Meskipun kondisi perusahaan kian melemah, kata Ivan, HM Sampoerna tetap mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil. Hal itu dengan mempertahankan pertumbuhan domestik jangka pendek sebesar 5%.
Tarif Cukai Rokok Hendaknya Menggunakan Parameter Inflasi
Terkait kebijakan tarif cukai yang akan naik, Ivan berharap pemerintah menggunakan parameter yang terukur seperti tingkat inflasi. Hal ini, menurutnya, agar Indonesia memiliki kebijakan yang lebih adil untuk semua golongan rokok.
Ia juga berharap tarif cukai yang moderat dapat dipertimbangkan berdasarkan risiko. Kedepannya, Ia berharap pemerintah terus melanjutkan kebijakan cukai hasil tembakau multi-years berdasarkan parameter ekonomi yang jelas. Seperti tingkat inflasi serta mempertimbangkan daya beli masyarakat.
“Untuk menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif bersama upaya pemberantasan rokok ilegal secara berkelanjutan.” ujar Ivan.
Selain itu, Ivan berharap pemerintah terus mendukung keberlanjutan segmen padat karya sigaret kretek tangan (SKT) dan menghentikan akselerasi downtrading yang terus berlanjut. Dengan demikian, pemerintah dapat mengoptimalkan penerimaan cukai. Ivan juga menekankan pentingnya kebijakan cukai yang berimbang, yang didasarkan pada profil risiko, untuk mendukung inovasi di industri hasil tembakau.