Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan mencatat, jumlah peserta saat ini mencapai 224,1 juta atau 83% dari total penduduk Indonesia 269 juta orang. Padahal, pemerintah menargetkan seluruh penduduk terdaftar dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) pada tahun lalu.
Target itu tertuang dalam peta jalan Program JKN-KIS. “Data per 27 Desember 2019, baru 224,1 juta,” kata Kepala Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (6/1).
Dari jumlah tersebut, 96,5 juta di antaranya merupakan peserta penerima bantuan iuran (PBI) Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Lalu, 38,8 juta lainnya peserta PBI Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD).
Kemudian, 14,7 juta peserta merupakan pekerja penerima upah (PPU) Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sebanyak 1,57 juta PPU TNI, 1,28 juta PPU Polri, dan 1,57 juta PPU Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
(Baca: Iuran Naik, BPJS Kesehatan Yakin Utang Rp 14 Triliun Lunas Tahun Ini)
Sebanyak 210 ribu peserta PPU Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), 34,1 juta PPU swasta, dan 30,2 juta PPU Pekerja Mandiri. "Sedangkan 5,01 juta peserta berasal dari bukan pekerja," kata dia.
Di satu sisi, pemerintah memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan tersebut seiring berlakunya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 pada awal tahun ini.
Dampak dari kenaikan tersebut, 372.924 peserta BPJS Kesehatan turun kelas pelayanan. Sebanyak 153.466 peserta atau 3,5% turun dari kelas I. Lalu, 209.458 orang atau 3,3% turun dari kelas II.
(Baca: Tak Ada Subsidi, Peserta Mandiri Kelas III bisa Daftar jadi PBI BPJS)
Meski ada peserta yang turun kelas, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris memastikan pelayanan kesehatan yang diberikan tetap sama. Ia juga berjanji meningkatkan kualitas layanan dengan adanya kenaikan iuran.
Salah satu komitmen pelayanan yang dibenahi yakni kecepatan layanan perubahan kelas. "Perubahan kelas bisa dilakukan hingga April ini," ujar Fachmi.
Selain itu, BPJS Kesehatan berkomitmen mengembangkan aplikasi BPJS Kesehatan. Dengan aplikasi tersebut, Fachmi optimistis perusahaannya bisa melayani registrasi, antrean, rujukan hingga display kasur dan tindakan secara online.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, baru 1.282 rumah sakit atau sekitar 58% dari total yang memiliki sistem antrean elektronik pada 2018. Kondisi ini menyebabkan penumpukan pasien hingga tidak adanya kepastian waktu layanan.
(Baca: Iuran BPJS Kesehatan Resmi Naik, 372 Ribu Peserta Turun Kelas Layanan)