Presiden Joko Widodo (Jokowi) menugaskan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk menurunkan defisit transaksi berjalan. Defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2019 tercatat mencapai US$ 8,4 miliar atau menembus 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Saya sudah sampaikan ke Pak Airlangga dan seluruh kementerian di bawahnya untuk segera menurunkan defisit neraca transaksi berjalan kita, juga defisit neraca dagang. Kami akan konsen ke situ," kata Jokowi dalam sambutannya pada acara Indonesia Banking Expo (IBEX) 2019 di hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (6/11).
Oleh karena itu, menurut dia, kebijakan yang akan meningkatkan ekspor serta substitusi impor akan terus didorong pemerintah. Salah satunya, dengan berhenti mengimpor barang yang bisa diproduksi sendiri, seperti liquid petroleum gas (LPG).
(Baca: Stabilitas Sistem Keuangan RI Dibayangi Perang Dagang AS-Tiongkok)
"Minyak sawit kita kenapa bisa lari kemana-mana? Ini kan bisa jadi B20, B30, dan B50. Kenapa terus ekspor dalam bentuk raw material bukan barang jadi atau setengah jadi. Ini yang bikin defisit," ujarnya.
Menanggapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku keseluruhan program demi mengurangi defisit neraca transaksi berjalan maupun perdagangan sedang dipersiapkan. "Yang tadi pak presiden sampaikan itu, road map nya sedang kita siapkan," kata Airlangga saat ditemui di sela-sela acara.
Ia menjelaskan, salah satu program yang akan dijalankan pemerintah yakni B100 bisa menghemat impor sebesar US$ 18 miliar. Sedangkan dengan B30, Indonesia baru menghemat US$ 6 miliar. Ia pun optimis defisit transaksi berjalan bisa menurun.
(Baca: Hong Kong Resesi, Bagaimana Dampaknya ke Ekonomi Indonesia?)
Sebelumnya, BI mencatat defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2019 membengkak dibanding periode yang sama tahun lalu US$ 8 miliar. Meningkatnya defisit transaksi berjalan dipengaruhi oleh perilaku musiman repatriasi dividen, dan pembayaran bunga utang luar negeri. Selain itu, BI juga menyebut kondisi perekonomian global sedang tidak menguntungkan.
Sementara itu, BPS mencatat neraca perdagangan sepanjang Januari-September 2019 mengalami defisit sebesar US$ 1,95 miliar. Ekspor sepanjang sembilan bulan tahun ini tercatat sebesar US$ 124,17 miliar, turun 8% dibanding periode yang sama tahun lalu, sedangkan impor turun 9,12% menjadi US$ 126,11 miliar.
Defisit neraca perdagangan menjadi salah satu tantangan pemerintahan periode kedua Jokowi. Tahun lalu, Indonesia bahkan mencatatkan defisit neraca perdagangan terdalam sepanjang sejarah seperti tergambar dalam grafik di bawah ini.