Nilai tukar rupiah pada perdagangan di pasar spot sore ini berada di posisi Rp 14.139 per dolar AS, melemah 0,01% dibandingkan perdagangan akhir pekan lalu Rp 14.137 per dolar AS.
Adapun kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah pada posisi Rp 14.126 per dolar AS, menguat dibanding posisi akhir pekan lalu Rp 14.139 per dolar AS.
Pada perdagangan pasar spot hari ini, rupiah sempat dibuka menguat di posisi Rp 14.130 per dolar AS, bahkan sempat menyentuh level terkuat Rp 14.112 per dolar AS. Namun, rupiah lalu bergerak melemah tak lama usai pengumuman data ekspor impor Tiongkok yang menunjukkan kinerja yang tak sesuai harapan.
Dikutip Reuters, ekspor Tiongkok pada September turun 3,2% dibanding periode yang sama tahun lalu, lebih lambat dibanding proyeksi analis sebesar 3% dan realisasi bulan sebelumnya sebesar 1%.
Adapun realisasi impor Tiongkok tak lebih baik, bahkan turun 8,5%, jauh dari perkiraan analis sebelumnya sebesar 5,2%.
(Baca: Ekspor dan Impor Anjlok, Surplus Dagang Tiongkok Naik pada September)
Meski demikian, Tiongkok justru mencatatkan surplus neraca perdagangan US$ 39,65 miliar, lebih tinggi dibanding bulan lalu sebesar US$ 34,84 miliar. Surplus ini juga lebih tinggi dari perkiraan analis yang mencapai US$ 33,3 miliar.
Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim menjelaskan rupiah pada perdagangan hari ini juga masih dipengaruhi kesepakatan perang dagang tahap pertama. Menurut dia, asa damai dagang yang meningkat antara AS dan Tiongkok berpeluang membuat Bank Sentral AS, The Fed Federal Reserve menahan suku bunga acuannya.
"Dengan damai dagang AS dan Tiongkok, bisa saja The Fed yang semula ingin menurunkan suku bunga acuannya berubah pikiran dan memilih menahan bunga acuan," ujar Ibrahim, Senin (14/10).
Jika suku bunga The Fed tetap bertahan, maka aliran modal kemungkinan tetap akan tertahan di Amerika Serikat dan enggan bergerak ke aset berisiko seperti rupiah.
(Baca: AS Tunda Kenaikan Tarif Barang Tiongkok, Rupiah Dibuka Menguat)
Selain faktor eksternal, menurut Ibrahim, proyeksi BI terkait defisit transaksi berjalan kuartal III 2019 turut mempengaruhi pergerakan rupiah. BI memperkirakan defisit transaksi berjalan akan berada pada kisarat 2,5% hingga 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Adapun besok, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan realisasi neraca perdagangan pada September 2019.
"Dalam transaksi besok, rupiah masih akan melemah pada kisaran Rp 14.120-14.157 per dolar AS," terang dia.
Mengutip Bloomberg, indeks dolar AS sore ini menguat 0,11% ke posisi 98,4. Mayoritas mata uang Asia bergerak menguat, kecuali dolar Hong Kong dan ringit Malaysia yang melemah masing-masing 0,01%, serta rupee India 0,08%.
Yuan Tiongkok menguat 0,34%, won Korea Selatan melaju 0,32%, peso Filipina naik 0,08%, serta rYen Jepang masing-menanjak 0,01%.