Dana Infrastruktur dalam 5 Tahun Rp 6.455 Triliun, Sulit Andalkan APBN

ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
Ilustrasi Kementerian Keuangan menghitung kebutuhan dana infrastruktur selama lima tahun.
2/10/2019, 19.25 WIB

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menghitung kebutuhan pendanaan infrastruktur selama lima tahun ke depan, periode 2019-2024, sekitar Rp 6.455 triliun. Sumber pembiayaan utama akan berasal dari swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Luky Alfirman menyebutkan, pendanaan infrastruktur tersebut tak boleh hanya mengandalkan APBN.

"Uangnya dari mana? Tidak cukup dengan skema yang biasa aja, kita harus kreatif. Nanti skemanya akan berkembang, ada KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha)," kata Luky dalam Seminar Nasional Infrastruktur Menuju Indonesia Maju 2024 di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta, Rabu (2/10).

(Baca: Rp 4.180 Triliun Investasi untuk Pembangunan Infrastruktur)

Menurut ia, terdapat beberapa alternatif skema pembiayaan infrastruktur nantinya. Skema tersebut melalui KPBU-User Free, KPBU-Availability Payment, Green Sukuk, Blended Financing, serta SDG Indonesia One.

Ada pun fokus program untuk skema KPBU 2020-2024 yakni peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia, terkait target pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) dan Human Development Index (HDI). Skema ini juga didorong dengan penggunaan teknologi hijau dan ramah lingkungan.

Dalam pembangunan infrastruktur melalui skema KPBU, pemerintah menargetkan 51 total proyek dengan total investasi Rp 526 triliun. Proyek tersebut yakni untuk sektor air dan sanitasi, transportasi perkotaan, kesehatan dna rumah sakit, pengelolaan persampahan, perumahan, jaringan gas, serta lainnya seperti panas bumi.


Di tahun ini, skema KPBU telah membiayai empat proyek yang sedang beroperasi, 10 proyek dalam tahap konstruksi, serta 19 proyek yang telah ditandatangani.

Luky menilai, Green Sukuk juga menjadi instrumen pembiayaan inovatif lainnya dalam proyek infrastruktur ke depan. "Indonesia terdaftar sebagai penerbit Green Sukuk US$ pertama yang dikeluarkan pemerintah," ucap dia.

Green Sukuk merupakan obligasi yang sesuai syariah di mana 100% dari hasil ekslusif digunakan untuk membiayai atau membiayaai kembali proyek-proyek hijau yang berkontribusi dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Pada 2019 pemerintah menawarkan US$2 miliar Global Sukuk. 37,5% dalam format Green Sukuk pada Financing dan Refinancing Green Projects. Dalam pesanan akhir yang masuk, terjadi oversubscribed 3,8 kali atau US$6,6 juta.