Nilai tukar rupiah pada perdagangan sore ini, Jumat (27/9) melemah tipis 0,05% ke level Rp 14.172 per dolar AS. Pelemahan rupiah disebabkan oleh membaiknya data ekonomi Amerika Serikat (AS).
Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim menjelaskan pelemahan rupiah hari ini disebabkan oleh menguatnya indeks dolar AS. "Indeks dolar AS menguat seiring membaiknya data ekonomi AS terutama Produk Domestik Bruto kuartal II," ujar Ibrahim, Jumat (27/9).
Mengutip Bloomberg, indeks dolar menguat 0,12% ke posisi 99,25. Sementara mata uang negara Asia bergerak bervariasi.
Yuan Tiongkok menguat 0,06%, rupee India naik 0,37%, dan ringgit Malaysia menguat 0,2%. Sementara baht Thailand melemah 0,04%, sedangkan dolar Hong Kong dan Singapura menguat masing-masing 0,04%.
PDB AS pada kuartal II secara final tumbuh 2%, sesuai dengan ekspektasi pasar. Dengan sentimen ini, menurut dia, Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed) diperkirakan tak menurunkan suku bunga kembali.
(Baca: Dana Asing Masuk ke Surat Utang Negara Rp 16,7 Triliun pada September)
Selain data ekonomi AS, menurut dia, sentimen juga datang dari membaiknya negosiasi dagang antara AS dan Tiongkok. Hal ini seiring dengan pernyataan Beijing yang bersedia membeli lebih banyak barang buatan AS.
Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi turut mengatakan bahwa pemerintahan Trump telah menunjukkan itikad baik dengan menghapuskan tarif pada banyak produk Tiongkok.
Ibrahim juga menilai indeks dolar AS turut menguat akibat ketidakpastian baru atas kebijakan Bank Sentral Eropa, European Central Bank (ECB). Ketidakpastian terjadi usai pengunduran diri Anggota Dewan Eksekutif dan Dewan Gubernur ECB Sabine Lautenschlaeger Rabu (25/9) malam waktu setempat.
(Baca: Ada Perang Dagang & Demonstrasi, Pasar Pilih Dolar AS Ketimbang Rupiah)
Disisi lain, perunding Brexit Uni Eropa mengatakan Inggris belum memberikan proposal legal dan operasional untuk kesepakatan keluar dari blok tersebut. Dengan melambatnya ekonomi global akibat perang dagang dan sentimen Brexit, ADB pum merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
ADB merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tadinya 5,2% menjadi 5,1%. Namun pemerintah juga memprediksi PDB tahun 2019 di 5,1%, walaupun jauh dari harapan yang diinginkan Badan Anggaran DPR sebesar 5,3%.
Sentimen pelemahan rupiah lainnya dinilai Ibrahim datang dari kebutuhan dolar AS yang tinggi di bulan september. "Dimana bulan ini adalah akhir kuartal ketiga sehingga banyak perusahan yang harus membayar deviden dan membayar hutang jangka pendek," ujarnya.
Dalam transaksi minggu depan tepatnya hari Senin, Ibrahim memproyeksikan rupiah masih akan melemah. Terutama akibat data eksternal yang masih mendominasi di AS dan Inggris. Sehingga pada hari Senin rupiah akan berada di antara Rp 14.65 - Rp 14.200 per US$.