Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menggelar rapat koordinasi lanjutan guna membahas defisit neraca perdagangan migas. Sekretaris Menteri Kemenko Perekonomian Susiwijono mengatakan ada dua hal inti dalam rapat tersebut.
Pertama mereka membahas mengenai kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kebijakan tersebut terkait aturan hasil produksi minyak mentah dalam negeri dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), yang dulunya di ekspor, kini diolah untuk kebutuhan dalam negeri. "Untuk kepentingan market dalam negeri," kata Susiwijono di Kemenko Perekonomian, Rabu (22/5).
Menurut dia, dengan aturan baru tersebut, defisit neraca perdagangan dapat diperbaiki karena impor minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri akan turun. Namun, kebijakan ini juga membuat ekspor minyak mentah menurun. "Ada side off, nol. Hanya saja pencatatan ekspor crude oil turun, namun impor juga turun," ujarnya.
Kedua, mereka membahas mengenai kegiatan eksplorasi Pertamina di luar negeri seperti di Aljazair, Malaysia dan Irak yang selama ini masih belum diketahui apakah dianggap sebagai impor atau bukan. Sebab, walaupun diproduksi oleh Pertamina, namun lokasinya berada di luar negeri.
Sehingga, berdasarkan standar internasional, international merchandise trade statistic, begitu hasil migas itu dibawa ke Tanah Air akan tercatat sebagai impor. (Baca: Perusahaan Migas Indonesia Jangan Hanya Jago Kandang)
Di sisi lain, hasil produksi minyak mentah dari perusahaan asing di Indonesia yang di bawa ke luar negeri juga tercatat sebagai ekspor. "Jadi, nanti ada tambahan pencatatan baru tapi bukan di neraca perdagangannya. Nanti ada koreksi. Hasil investasi Pertamina di luar negeri akan tercatat sebagai pendapatan primer di neraca perdagangan jasa kita," ujarnya.
(Baca: Pertamina Beli Semua Minyak Mentah Milik Kontraktor Migas Mulai Juli)