Lembaga Rating Jepang Naikkan Prospek Peringkat Utang Indonesia

Arief Kamaludin|KATADATA
Pemerintah dinilai berhasil merumuskan rencana pembangunan infrastruktur dalam skala besar, untuk mengatasi kebutuhan infrastruktur yang menjadi hambatan dalam pertumbuhan ekonomi.
Penulis: Rizky Alika
27/4/2019, 11.14 WIB

Lembaga pemeringkat asal Jepang, Japan Credit Rating Agency, Ltd. (JCR) menaikkan Outlook Sovereign Credit Rating (peringkat utang) Indonesia dari stabil menjadi positif dengan rating tetap pada BBB (investment grade).

JCR menjelaskan dinaikkannya outlook peringkat utang Indonesia berdasarkan pada solidnya pertumbuhan ekonomi Indonesia serta akan berlanjutan proses reformasi dengan terpilihnya kembali Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden Republik Indonesia.

"Presiden Joko Widodo kemungkinan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui reformasi yang berkelanjutan," demikian ungkap General Manager Departemen Pemeringkatan Internasional JCR Atsushi Masuda seperti tertulis dalam siaran pers yang diterima Katadata.co.id, Jumat (26/4).

Naiknya peringkat utang Indonesia tersebut mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang solid ditopang oleh konsumsi domestik, defisit anggaran dan utang pemerintah yang terjaga, serta ketahanan terhadap gejolak global. Hal ini didukung oleh kebijakan nilai tukar fleksibel dan jumlah cadangan devisa yang memadai.

(Baca: R&I Tahan Rating Utang RI, BI Sebut Tunjukkan Kebijakan Ekonomi Tepat)

Selain proses reformasi yang akan berlanjut, ada faktor lain yang mendukung perbaikan outlook tersebut. Pemerintah dinilai berhasil merumuskan rencana pembangunan infrastruktur dalam skala besar. Pembangunan diarahkan untuk mengatasi kebutuhan infrastruktur yang menjadi hambatan dalam pertumbuhan ekonomi.

JCR menilai rencana tersebut terus berjalan dengan perkembangan yang melebihi ekspektasi. Selain itu, fundamental ekonomi juga semakin diperkuat untuk mengakselerasi pertumbuhan dalam jangka menengah dan panjang.

Kemudian, JCR juga menilai pemerintah telah berhasil meningkatkan anggaran untuk infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Kebijakan tersebut diiringi dengan pembatasan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Lebih lanjut, Bank Indonesia (BI) dinilai telah meningkatkan respons kebijakannya. Stabilitas eksternal tetap terjaga lantaran peningkatan bunga acuan sebesar 175 basis poin (bps) sejak Mei 2018 serta relaksasi kebijakan makroprudensial. Selanjutnya, pemerintah diperkirakan akan mendorong konsolidasi fiskal. Sebab, pemerintah akan menurunkan rasio defisit APBN pada kisaran 1,5% dari produk domestik bruto (PDB). Selain itu, rasio utang pemerintah akan diturunkan dari 29,8% menjadi 26-27% dari PDB pada 2022.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pun menyambut baik perbaikan outlook utang Indonesia tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa langkah-langkah kebijakan yang ditempuh secara konsisten oleh BI, pemerintah, dan berbagai pemangku kebijakan lainnya sudah tepat. "Sehingga meningkatkan kepercayaan investor terhadap ketahanan dan prospek perekonomian Indonesia ke depan," demikian tertulis dalam siaran pers BI.

(Baca: Menko Darmin Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I di Atas 5,06%)

Reporter: Rizky Alika