Ekspor Kendaraan Bermotor Dipermudah, Eksportir Besar Hemat Rp 314 M

Arief Kamaludin|Katadata
Kementerian Keuangan merelaksasi tata cara ekspor kendaraan bermotor dalam keadaan utuh (completely built up/CBU).
13/2/2019, 08.17 WIB

Kementerian Keuangan merelaksasi tata cara ekspor kendaraan bermotor dalam keadaan utuh (completely built up/CBU). Dengan relaksasi tersebut, lima eksportir besar diperkirakan bisa menghemat biaya logistik sekitar Rp 314,4 miliar per tahun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap kebijakan ini bisa mendongkrak ekspor kendaraan bermotor. "Ini diharapkan dapat menunjang Indonesia jadi pengekspor mobil terbesar di dunia dan masuk negara 12 besar dunia yang menjadi basis ekspor kendaraan ke seluruh dunia," kata dia di Pelabuhan Indonesia Kendaraan Terminal (IKT), Jakarta, Selasa (12/2) sore.

Ketentuan relaksasi tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-01/BC/2019 tentang Tata Laksana Ekspor Kendaraan Bermotor dalam Bentuk Jadi. Peraturan ini berlaku sejak 1 Februari 2019.

Sebelum aturan ini berlaku, eksportir wajib mengajukan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan menyampaikan Nota Pelayanan Ekspor (NPE) atas setiap kendaraan bermotor yang diekspor. Bila terdapat kesalahan data, pembetulan jumlah dan jenis barang harus dilakukan paling lambat sebelum masuk Kawasan Pabean. Ini memperlambat proses ekspor.

(Baca: Prospek Bisnis Otomotif 2019: Potensi Besar, Volume Penjualan Stagnan)

Selain itu, eksportir juga harus melakukan proses grouping atau pengelompokan ekspor yang kompleks. Sebab, pengusaha harus mengelompokkan sesuai dengan waktu keberangkatan kapal, negara tujuan, vehicle identification number (VIN), jenis transmisi, sarana pengangkut, dan waktu produksi.

Dengan aturan baru, kendaraan bermotor dapat dimasukkan ke Kawasan Pabean tempat pemuatan sebelum pengajuan dokumen PEB dan tidak memerlukan NPE. Kemudian, pembetulan jumlah dan jenis barang dapat dilakukan tiga hari sejak tanggal keberangkatan kapal.

Dengan demikian, penumpukan di gudang eksportir dapat diturunkan sehingga inventory level rendah. Dengan inventory level yang rendah, gudang eksportir dapat dimanfaatkan untuk penumpukan kendaraan bermotor hasil peningkatan kapasitas produksi.

Selain itu, eksportir dapat memaksimalkan jangka waktu penumpukan di Gudang Tempat Penimbunan Sementara (TPS) selama tujuh hari. Sebab, proses grouping dan final quality control sebelum pengajuan PEB dapat dilakukan di TPS.

Berdasarkan studi PT Astra Daihatsu Motor, rata-rata level stok bisa menurun 36% dari 1.900 unit/bulan menjadi 1.200 unit/bulan. "Jadi average (rata-rata) atau jumlah yang bisa dihemat mencapai Rp 191 miliar dari data ekspor 2018," ujar Sri Mulyani.

(Baca: Fluktuasi Ekonomi, Penjualan Mobil Ditargetkan Tumbuh Moderat 1,1 Juta)

Aturan relaksasi juga mengatur tentang pemrosesan data yang lebih efisien dan terintegrasi secara otomatis ke sistem internal (in-house system) Indonesia Kendaraan Terminal dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Sri Mulyani berharap, relaksasi ini bakal membuat indeks logistik membaik. Ini didukung dengan pengurangan transportasi truk sehingga loading barang berjalan lancar, kemacetan menurun, dan kerusakan jalan akan berkurang. "Jadi akan berikan implikasi yang positif," ujarnya.

Adapun pemerintah berharap ekspor kendaraan bermotor CBU akan meningkat hingga 400 ribu kendaraan pada tahun ini. Peningkatan ekspor ini diharapkan dapat membantu memperbaiki defisit neraca perdagangan.