Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) surplus US$ 5 miliar pada kuartal IV 2018, berbalik dari defisit US$ 4,4 miliar pada kuartal sebelumnya. Penopangnya, aliran deras investasi asing.

"Karena investasi asing langsung dan portofolio masuk (sehingga) transaksi modal dan finansial bisa surplus US$ 12 miliar," kata Perry dalam Mandiri Investment Forum di Jakarta, Rabu (30/1).

Besarnya surplus neraca transaksi modal dan finansial tersebut mampu menutup defisit neraca transaksi berjalan – perdagangan barang dan jasa internasional – yang masih lebar. Defisit transaksi berjalan diperkirakan sebesar US$ 8 miliar pada kuartal IV, sedikit membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar US$ 8,8 miliar.

(Baca: Defisit Transaksi Berjalan Kuartal IV 2018 Bisa Melebihi Prediksi BI)

Adapun surplus NPI ini menunjukkan pasokan valuta asing mampu memenuhi kebutuhan valas dalam negeri. Seiring dengan NPI yang surplus, cadangan devisa meningkat hingga berada di angka US$ 120,7 miliar pada akhir 2018. Nilai tukar rupiah juga tercatat stabil bahkan cenderung menguat pada kuartal IV.

Ke depan, Perry memperkirakan surplus NPI akan berlanjut. Penopangnya, surplus neraca transaksi modal dan finansial yang tetap kuat seiring aliran masuk investasi asing. Selain itu, mengecilnya defisit transaksi berjalan. Proyeksi ini sejalan dengan prediksi bahwa kurs rupiah akan cenderung lebih stabil bahkan menguat tahun ini.

(Baca: Faisal Basri Soroti Impor Pangan & Baja Penyebab Defisit Neraca Dagang)

Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa defisit transaksi berjalan wajar terjadi pada negara berkembang karena masih membutuhkan impor. "Memiliki defisit transaksi berjalan di beberapa konteks itu tidak dosa," ujarnya.

Ia menjelaskan, pengurangan defisit transaksi berjalan dapat dilakukan dengan mengurangi impor. Namun, hal itu bisa berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi lantaran pembangunan jadi terkendala. Adapun impor bahan baku untuk pembangunan infrastruktur jadi penyebab tingginya impor nonmigas.

Namun, pengendalian impor tetap harus diupayakan lantaran negara dengan defisit transaksi berjalan lebih rentan terhadap aliran keluar dana asing (capital outflow) dan pelemahan nilai tukar mata uang.

Sebelumnya, pemerintah telah menerapkan beberapa kebijakan untuk meredam defisit transaksi berjalan, seperti kewajiban pencampuran minyak sawit ke dalam solar sebesar 20% atau biodiesel 20% (B20), kenaikan tarif pajak impor barang konsumsi, hingga menunda sejumlah proyek infrastruktur. Selain itu, pemerintah juga mendorong sektor pariwisata untuk meningkatkan devisa dari sektor jasa.