Utang kembali ramai menjadi bahasan setelah calon presiden Prabowo Subianto membahas topik tersebut dalam orasinya, pekan lalu. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan banyak orang menjadikan utang sebagai bahasan namun belum memahami instrumen fiskal tersebut.
"Seringkali utang menjadi obyektif atau dilihat sebagai isu, dibandingkan sebagai instrumen fiskal atau alat," kata dia dalam Mandiri Investment Forum 2019 di Jakarta, Rabu (30/1).
Lantaran memandang utang sebagai isu, beberapa pihak menjadi terobsesi dengan rasio pajak dan utang. Padahal, rasio pajak dan utang merupakan instrumen bagi pemerintah untuk meningkatkan ekonomi dan menyejahterakan rakyat.
(Baca: Disebut Prabowo Sebagai Pencetak Utang, Kemenkeu Ungkapkan Kekecewaan)
Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan pembangunan infrastruktur bisa molor bertahun-tahun, bila tanpa utang. Meskipun, ia juga kerap menjelaskan, pemerintah telah membuat beragam skema pembiayaan infrastruktur agar tidak terlalu membebani negara.
Sejauh ini, ia menilai utang pemerintah dalam kondisi aman, dengan rasio sekitar 30% terhadap PDB. “Untuk standar internasional itu rendah sekali,” kata dia. Adapun peringatan dari International Monetary Fund (IMF) soal beban utang, menurut dia, ditujukan bagi negara-negara dengan rasio utang yang tinggi.
(Baca: Sri Mulyani: Proyek Infrastruktur Bisa Molor Belasan Tahun Tanpa Utang)
“Di Eropa yang debt to GDP ratio itu sudah di atas 60%, ada yang 80%, bahkan 100%,” kata dia. Selain itu, ia juga menyinggung soal rasio utang tinggi melebihi 100% yang terjadi di 40 negara berpendapatan rendah.
Meski rasio utang Indonesia tergolong rendah, ia mengatakan, pemerintah tetap menjaga defisit anggaran terkendali, bahkan cenderung turun. Ini sebagai bentuk kehati-hatian dalam penarikan dan pengelolaan utang. Tahun lalu, defisit anggaran dilaporkan sebesar 1,76% terhadap PDB.
(Baca: Pembangunan Infrastruktur Masif, Akankah Dongkrak Ekonomi?)
Adapun berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), utang pemerintah pusat tercatat sebesar Rp 4.418,3 triliun pada akhir 2018. Ini artinya, utang bertambah Rp 1.809,52 triliun dari posisi akhir 2014.