Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mencatat penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tumbuh melambat. Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan rendahnya penerimaan PPN lantaran adanya pergeseran kebiasaan belanja masyarakat menjadi secara online.
Adapun pelaku usaha online belum menarik PPN atas barang yang dijualnya. "Kalau jualan melalui online belum kena pajak, belum dikenakan PPN. Barang yang diimpor juga masih lolos PPN. Jadi ada pengaruh kepada strukutur perekonomian dan penerimaan PPN," kata dia kepada katadata.co.id, Kamis (13/12).
(Baca juga: Tak Terusik Isu Blackpink, Shopee Cetak 12 Juta Transaksi di Harbolnas)
Ditjen Pajak mencatat realisasi PPN dalam negeri per November 2018 sebesar Rp 276,38 triliun atau tumbuh 8,45% secara tahunan. Pertumbuhan tahunan tersebut melambat dibandingkan November 2017 yang sebesar 13,8%.
Tren perlambatan penerimaan PPN dalam negeri tersebut juga terjadi pada bulan sebelumnya. Pada Oktober 2018, realisasinya mencapai Rp 240,63 triliun atau tumbuh 8,94% secara tahunan, lebih rendah dibandingkan Oktober 2017 yang sebesar 12,97%.
Begitu juga pada September 2018, pertumbuhan PPN hanya mencapai 8,22% secara tahunan, lebih rendah dibandingkan September 2017 yang tumbuh 12,15%.
(Baca juga: Dirjen Pajak Lihat Potensi Kurang Penerimaan Pajak 2018 Lebih Besar)
Selain imbas belanja online, Prastowo menilai perubahan model ekonomi dari industri manufaktur ke perdagangan dan jasa menyebabkan rendahnya PPN. Penyebabnya, rantai bisnis pada sektor perdagangan dan jasa lebih pendek daripada industri manufaktur. Selain itu, sektor jasa dianggap tidak banyak menimbulkan efek berganda.
Rendahnya penerimaan PPN juga diperkirakan karena adanya peningkatan PPN impor dan percepatan atas restitusi pajaknya. "Itu (PPN impor) secara neto mengurangi. Kalau dulu restitusi masih ditahan-tahan jadi pengembaliannya lambat," ujarnya. Hal ini senada dengan yang disampaikan Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak Yon Arsal beberapa waktu lalu.
Namun, Prastowo mengatakan tren peningkatan PPN impor bukan hanya terjadi pada tahun ini saja. Ia menilai beberapa tahun terakhir impor sudah tinggi. "Ini harus diuji, apa benar impor meningkat? Kalau meningkat, seharusnya ada nilai tambah output-nya," katanya.
(Baca juga: Cegah Korupsi, KPK Minta Perbaikan Sistem dan Basis Data Wajib Pajak)
Ke depan, ia memperkirakan, penerimaan PPN dalam negeri bisa terus berada dalam tren penurunan. Agar hal tersebut tak tejadi, ia menilai pemerintah perlu membangun industri manufaktur untuk meningkatkan penerimaan PPN. Dengan industri manufaktur yang berkembang, berbagai penerimaan pajak akan meningkat.
Ia juga menekankan pentingnya pengenaan pajak pada sektor ekonomi digital. "Cukup banyak pergeseran konvensional ke online. Sekarang orang beli barang di digital, ini tidak ter-capture PPN," ujarnya. Kemudian, pengawasan perpajakan melalui sistem teknologi.