Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memprediksi nilai tukar rupiah masih bisa menguat hingga ke kisaran Rp 13.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Penyokongnya, aliran masuk dana asing ke pasar keuangan domestik.
"Saya duga dia akan masih bisa tembus ke 13.000 kalau didorong dengan baik. Walau tidak bisa 13.500, paling tidak bisa 13.700 atau 13.800 per dolar AS," kata dia di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Rabu (5/12).
Maka itu, ia menilai perlunya upaya untuk menjaga momentum masuknya kembali dana asing yang terjadi sejak akhir Oktober lalu. Untuk itu, Bank Indonesia (BI) mengerek bunga acuannya dan pemerintah meluncurkan paket kebijakan ekonomi terbaru.
(Baca juga: Perang Dagang Memanas, Rupiah Melemah Paling Dalam di Asia)
Di sisi lain, perbaikan defisit transaksi berjalan diperlukan untuk meredam tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Tapi, perbaikan tersebut tidak bisa dilakukan dalam waktu cepat.
"Hanya itu jalannya (mendorong aliran masuk dana asing) karena ini (defisit transaksi berjalan) penyakit umurnya sudah 50 tahun," ujar dia. Defisit transaksi berjalan tembus 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mulai kuartal II lalu.
Dana asing terus mengalir ke pasar saham dan surat utang negara (SUN) sejak akhir Oktober. Mengacu pada data Kementerian Keuangan, kepemilikan asing atas SUN bertambah Rp 36,27 triliun sepanjang November lalu. Seiring perkembangan tersebut, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat nyaris Rp 1.000 dalam sebulan.
(Baca juga: Aliran Deras Dana Asing Buat Rupiah Menguat Hampir Rp 1.000 Sebulan)
Derasnya aliran masuk dana asing seiring beberapa perkembangan positif dari mulai meredanya tensi perang dagang, kemungkinan perlambatan kenaikan bunga AS, hingga harga minya dunia yang turun sehingga berpotensi mengurangi tekanan pada transaksi berjalan Indonesia.
Namun, nilai tukar rupiah terpantau melemah dalam dua hari ini. Adapun pada perdagangan di pasar spot, Rabu (5/12) ini, nilai tukar rupiah ditutup 14.402 per dolar AS atau melemah 0,78% dibandingkan perdagangan sehari sebelumnya. Pelemahan seiring mencuatnya kembali kekhawatiran pelaku pasar terkait perang dagang.