Untuk mencapai proyeksi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% tahun depan, Indonesia membutuhkan investasi sebesar Rp 5.600 triliun. Mayoritas kebutuhan dana investasi itu diharapkan dari sektor swasta.
Staf Ahli Bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal Kementerian Keuangan Arif Baharudin mengatakan, 80% dari kebutuhan investasi tersebut akan bersumber dari investasi yang dilakukan pihak swasta. Sedangkan Pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masing-masing hanya berkontribusi sebesar 8% dan 11%.
"Pemerintah hanya menyumbang sekitar Rp 450 triliun, BUMN kumpullkan sekitar Rp600 triliun atau 11%, dengan demikian Rp4.500 triliun atau 80% dari pihak swasta," kata dia dalam acara Indonesia Investment Conference & Exhibition 2018 di Ritz-Carlton, Jakarta, Rabu (21/11).
Untuk memenuhi kebutuhan investasi tersebut, diperlukan sumber pembiayaan dari berbagai instrumen investasi seperti kredit perbankan, saham, obligasi, dan dana internal masyarakat. Penyumbang terbesar diharapkan berasal dari sumber dana internal masyarakat sebesar 66-72%. Sementara itu, saham dan obligasi diharapkan dapat menyumbang peran investasi hingga 12,9%-14,2%.
"Ini menunjukkan pasar modal memiliki peran strategis dalam pembiayaan investasi untuk mencapai target pertumbuhan," ujarnya.
Namun, ia mengakui ada sejumlah tantangan untuk mencapai target investasi dari sisi pasar modal. Kendala dalam pasar modal ialah masih rendahnya basis investor, khususnya investor domestik. Menurut data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor ritel sampai dengan Oktober 2018 baru mencapai 1,53 juta investor.
“Jumlah ini relatif kecil jika dibandingkan dengan total penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta. Hal ini menjadi indikasi bahwa literasi keuangan di Indonesia masih rendah,” ujarnya.
Menurut hasil survei yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2016, tingkat literasi dan inklusi keuangan pada sektor pasar modal merupakan yang terendah diantara sektor keuangan lainnya.
Tingkat literasi pasar modal tercatat hanya 4,40%, jauh di bawah tingkat literasi nasional sebesar 29,66%. Sementara itu, tingkat inklusi keuangan di pasar modal tercatat hanya mencapai 1,25%, jauh di bawah tingkat inklusi nasional sebesar 67,82%.
Selain itu, dari sisi eksternal, ketidakpastian global masih membayangi pasar modal dalam negeri. Hal ini menyebabkan investor asing lebih memilih menanamkan modalnya pada negara maju seperti Amerika Serikat (AS).