Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo optimistis beragam bauran kebijakan yang diterapkan Kementeriannya bakal banyak membantu dalam memperkecil defisit keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Berdasarkan prognosis BPJS Kesehatan, defisit arus kas bisa mencapai Rp 16,58 triliun tahun ini, termasuk akumulasi defisit tahun lalu yang sebesar Rp 4,4 triliun.
"(Defisit berkurang) sekitar Rp 2,9 triliun. Bisa diturunkan dari bauran kebijakan Kemenkeu. Kalau ditambah bauran kebijakan Kementerian Kesehatan, ditotal tidak recehan," kata dia dalam rapat dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (29/10). (Baca juga: Bola Salju Masalah Defisit Menahun BPJS Kesehatan)
Setidaknya ada enam bauran kebijakan dalam linkup Kemenkeu. Pertama, kebijakan mencegat tunggakan pemerintah daerah. Hal ini seiring pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 183 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Tunggakan Iuran Jaminan Kesehatan Pemerintah Daerah Melalui Pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil.
Dari kebijakan ini, dana masuk ke BPJS Kesehatan ditargetkan mencapai Rp 264 miliar sepanjang 2018. Adapun realisasi sampai dengan Oktober sebesar Rp 229,57 miliar. (Baca juga: Jokowi Beri Sinyal untuk Subsidi BPJS Kesehatan)
Kedua, kebijakan penggunaan paling sedikit 50% Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) guna mendukung Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) secara tidak langsung, seperti kegiatan promotif-preventif dan penyediaan atau perbaikan sarana fasilitas kesehatan. Kebijakan ini seiring pemberlakuan PMK 222 Tahun 2017 tentang Penggunaan DBH-CHT.
Penyaluran dana DBH CHT sampai dengan 18 Oktober 2018 mencapai Rp 2,22 triliun kepada 354 Daerah di 18 provinsi, sementara target sampai akhir tahun bertambah Rp 750 miliar. Pemanfaatan dana tersebut diharapkan bisa berkontribusi dalam menekan besarnya nominal klaim.
Ketiga, kebijakan efisiensi dana operasional BPJS. Kebijakan ini seiring berlakunya PMK Nomor 209 Tahun 2017 tentang Dana Operasional BPJS Kesehatan. Kemenkeu memperhitungkan efisiensi bisa mencapai Rp 198 miliar.
Keempat, kebijakan percepatan pencairan dana iuran peserta BPJS Kesehatan kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI). Hal ini seiring pemberlakuan PMK Nomor 10 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Iuran Jaminan Kesehatan PBI. Per 31 Juli, iuran sudah dibayarkan untuk 12 bulan sebesar Rp 25,5 triliun.
Kelima, kebijakan potongan pajak rokok yang dikirimkan ke rekening Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan. Hal ini sesuai PMK Nomor 128 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Rokok Sebagai Kontribusi Dukungan Program Jaminan Kesehatan.
Pada triwulan III, DJS Kesehatan telah menerima Rp 1,34 Triliun yang berasal dari 28 provinsi yang akan diperhitungkan pada periode berikutnya sebagai iuran Jamkesda atau yang lainnya oleh Pemda. Adapun dalam waktu dekat, aa tambahan potongan pajak rokok 6 provinsi sebesar Rp 83,61 miliar.
Keenam, efisiensi pembayaran layanan kesehatan melalui sinergi dengan badan penyelenggara lainnya. PMK ini sudah ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan sedang dalam proses pengundangan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dari kebijakan ini, ada potensi penghematan sebesar Rp 120 miliar.
Di luar bauran kebijakan ini, Kementerian Keuangan juga telah menyuntik bantuan kepada BPJS Kesehatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar Rp 4,993 triliun. Dana tersebut cair pada 24 September 2018 lalu.
Berbeda dengan prognosis BPJS Kesehatan yaitu defisit arus kas bisa mencapai Rp 16,58 triliun tahun ini, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memperhitungkan defisit bisa lebih kecil yaitu sebesar Rp 10,98 triliun.