Tumbuh Melambat, Utang Luar Negeri Per Juli US$ 358 Miliar

Arief Kamaludin|KATADATA
Uang rupiah pecahan baru Rp 100.000 di Cash Centre Bank BNI 46, Jakarta, Senin (18/08). Bank Indonesia merilis desain uang pecahan baru Rp 100.000 yang disesuaikan dengan perundangan baru yang berlaku.
Penulis: Rizky Alika
18/9/2018, 15.36 WIB

Bank Indonesia mencatat utang luar negeri (ULN) per akhir Juli tahun ini sebesar US$ 358 miliar. Nilai ini tumbuh 4,8% (year on year/yoy) atau melambat dibandingkan dengan bulan sebelumnya 5,5% (yoy).

Bank sentral menyatakan, secara umum ULN terkendali. Penilaian ini merujuk kepada rasio utang luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 34%. Dari segi jangka waktunya, sebagian besar adalah utang jangka panjang mencapai 86,4% dari total ULN.

(Baca juga: Utang Cenderung Turun, Penerbitan Surat Berharga Negara Berkurang)

Realisasi ULN US$ 358 miliar per Juli terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$ 180,8 miliar atau tumbuh 6,1% (yoy). Sementara itu, utang swasta termasuk badan usaha milik negara (BUMN) sejumlah US$ 177,1 miliar.

"(ULN pemerintah) sedikit meningkat dibandingkan bulan sebelumnya (US$ 177,4 miliar) karena ada net penarikan pinjaman khususnya pinjaman multilateral, serta net pembelian SBN domestik oleh investor asing selama Juli 2018," mengutip keterangan resmi BI yang diterima Katadata.co.id, Selasa (18/9).

Pembelian surat berharga negara (SBN) terjadi pascakenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS), Fed Fund Rate, pada pertengahan Juni 2018. Masuknya investor domestik di pasar SBN menunjukkan kondisi pasar keuangan mengarah kepada titik keseimbangan baru.

Pemerintah terus memantau pasar keuangan domestik guna menjaga kestabilan pasar SBN. Selain itu, instrumen pinjaman luar negeri juga dioptimalkan terutama untuk membiayai pembangunan yang produktif.

(Baca juga: Bangun Infrastruktur, Pemerintah Siap Utang Rp 14 T ke Bank Tiongkok)

Adapun, untuk ULN swasta per Juli tahun ini terutama dimiliki sektor jasa keuangan dan asuransi; industri pengolahan; pengadaan listrik, gas, dan uap/air panas (LGA); serta sektor pertambangan dan penggalian.

Porsi empat bidang usaha itu terhadap total utang luar negeri swasta mencapai 72,7%. BI menyatakan, pertumbuhan ULN secara tahunan pada sektor-sektor tersebut lebih baik. Utang untuk pengadaan LCA dan industri pengolahan membukukan pertumbuhan tertinggi.