Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan kedua 2018 mencapai 5,83 %. Pencapaian tersebut menurun dari triwulan sebelumnya sebesar 6,68 %. Dibandingkan dengan provinsi lain di Sulawesi, pertumbuhan Sulawesi Utara merupakan yang terkecil.
Walau demikian, Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Utara MHA Ridhwan mengatakan pertumbuhan tersebut masih di bawah potensinya. Ada beberapa faktor penghambat, di antaranya pengolahan komoditas yang belum maksimal. “Ekspor komoditas industri yang diolah masih mentah atau setengah jadi,” kata Ridhwan di Manado, Kamis (24/8).
Misalnya, Sulawesi Utara merupakan pemasok kelapa dan ikan tuna. Namun, industri setempat hanya mengolah tuna hingga setengah jadi atau masih mentah. Sementara itu, industri pengolahan tuna sebagian besar berada di Pulau Jawa. (Baca juga: Jokowi Minta Aparat Amankan Investasi di Daerah)
Tak diteruskannya rantai produksi, menurut Ridhwan, lantaran pelaku usaha di sana merasa pejualan komoditas secara mentah sudah menghasilkan pendapatan yang tinggi. Karena itu mereka tidak mengembangkan industri manufaktur.
Di sisi lain, industri setempat mengalami trauma dari sisi pembiayaan. “Karena saat krisis, hampir 90 % perbankan kolaps, non-performing loan (rasio kredit macet) tinggi,” ujar Ridhwan.
Faktor penghambat lainnya ialah pertumbuhan industri yang masih tertinggal. Investasi masih lambat dipicu masalah sertifikasi lahan. Padahal, potensi investasi di Sulawesi Utara tergolong besar.
Sementara dari sisi belanja masyarakat, perilaku penduduk Sulawesi Utara cukup konsumtif. Hal ini tercermin dari salah satu pangsa penjualan kendaraan mobil dan motor. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2017, konsumsi rumah tangga masih jadi penggerak ekonomi terbesar dari sisi permintaan. Konsumsi rumah tangga memiliki andil 44,79 %. Sementara, konsumsi pemerintah menyumbang 17,5 %.
Secara spasial, Sulawesi Utara menempati peringkat kedua tertinggi dalam alokasi kredit untuk penggunaan konsumsi. Secara nasional, provinsi itu di posisi keempat tertinggi. Adapun pada 2017, sumbangan kredit konsumsi Sulawesi Utara terhadap kredit nasional mencapai 61 % atau lebih tinggi dibandingkan sumbangan kredit konsumsi Sulawesi sebesar 49,3 %.
Dengan demikian, konsumsi masyarakat lebih dominan dibandingkan dana tabungan hingga investasi. “Ini termasuk yang memperlambat pertumbuhan,” katanya. (Baca: Target Tumbuh 5,3%, Ekonomi Akan Ditopang Konsumsi Rumah Tangga)
Adapun masalah kualitas pendidikan pun dinilai masih besar walau durasi belajar di Sulawesi serupa dengan durasi belajar nasional. Ke depan, BI memperkirakan pertumbuhan ekonom Sulawesi Utara secara keseluruhan 6,2 - 6,6 %.