Lelang forex (FX) swap yang dilakukan Bank Indonesia pada Rabu (15/8) merupakan yang ketiga sepanjang pekan ini. Dana yang diperoleh bank sentral dari aksi hari ini mencapai US$ 355 juta.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, lelang tersebut bertujuan untuk menurunkan rate swap pada berbagai tenor. Penurunan tarif swap berkorelasi positif terhadap penyusutan ongkos lindung nilai (hedging).
“Sebelumnya dinilai mahal (pengusaha). Biaya hedging menjadi lebih murah dibandingkan dengan bunga kredit modal kerja atau yang lain,” tuturnya di sela Rapat Dewan Gubernur BI, Jakarta, Rabu (15/8).
(Baca juga: Dorong Konversi Devisa Ekspor, Fasilitas Hedging Perlu Dikaji Ulang)
Sebesar US$ 335 juta yang diraup bank sentral merupakan bagian dari total penawaran yang masuk mencapai US$ 450 juta. Nilai yang diperoleh BI terdiri dari US$ 230 juta untuk tenor 1 bulan, US$ 45 juta untuk tenor 3 bulan, serta US$ 30 juta untuk tenor 6 dan 12 bulan.
Adapun untuk tarifnya tercatat 4,71% pada tenor sebulan, tenor 3 bulan sebesar 4,73%, tenor 6 bulan berkisar 4,82%, sedangkan tenor 12 bulan di level 4,90%.
Pada Selasa (14/8), dari lelang FX swap yang dilakukan oleh Bank Indonesia didapat dana US$ 540 juta. Rate swap tenor sebulan 4,88%, tenor 3 bulan sebesar 4,84%, sedangkan tenor setahun di level 5,09%.
Pada awal tahun lalu, rate swap sempat berada di kisaran 3% lantas merangkak sejalan meningkatnya permintaan lindung nilai akibat depresiasi kurs rupiah. Di dalam kondisi normal maka rate swap lazimnya bergerak di antara 3,5% - 4,5%.
Sejumlah pengusaha sebelumnya mengeluhkan biaya lindung nilai yang dianggap mahal. Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Togar Sitanggang menyatakan, tarifnya sekarang sebesar 5%.
Adapun, Ketua Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan, pemerintah perlu mencari cara supaya eksportir lebih tertarik mengkonversi dolarnya menjadi rupiah salah satunya dengan menurunkan tarif hedging.