Pelonggaran Uang Muka KPR Insentif di Tengah Usainya Era Bunga Rendah

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
2/7/2018, 15.05 WIB

Para ekonom dan bankir menyambut positif kebijakan Bank Indonesia (BI) merelaksasi ketentuan uang muka kredit rumah. Ketentuan tersebut digadang-gadang bakal menyokong penyaluran kredit perbankan dan pertumbuhan ekonomi di tengah berakhirnya era suku bunga rendah.

“Saya cukup optimistis kebijakan ini akan efektif mengurangi dampak negatif kenaikan suku bunga terhadap pertumbuhan,” kata Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan kepada katadata.co.id, Senin (2/7).

Sepanjang Mei-Juni, suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate telah naik total 1% ke level 5,25% untuk meredam arus keluar dana asing yang menekan kurs rupiah. Namun, kenaikan tersebut, cepat atau lambat, akan memengaruhi bunga deposito dan bunga kredit. Kenaikan bunga kredit bisa jadi disinsentif bagi pertumbuhan kredit bank yang masih lambat.

Piter memprediksi pelonggaran uang muka kredit perumahan bakal membantu mendorong pertumbuhan kredit meski tak signifikan. Kredit perbankan diperkirakan bisa tumbuh berkisar 11-12% (year on year /yoy) tahun ini, lebih tinggi dibandingkan 8% pada tahun lalu.

(Baca juga: BI Hapus Batasan Minimal Uang Muka Kredit Rumah Pertama)

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi diperkirakan berkisar 5,1-5,2%, atau meleset dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yaitu 5,4%. “Kebijakan ini (uang muka perumahan) hanya akan membantu menahan turunnya pertumbuhan ekonomi hingga di bawah 5%,” kata dia.

Secara khusus, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual berpendapat pelonggaran uang muka bakal mendorong pertumbuhan kredit perumahan untuk segmen masyarakat menengah bawah. Namun, tidak akan signifikan mendorong pertumbuhan kredit perumahan untuk segmen di atasnya.

“(Sebab) masih ada faktor lain yang dipertimbangkan masyarakat menengah atas selain down payment,” kata David. Faktor yang dimaksud seperti tingginya harga dari properti yang diinginkan, kenaikan harga yang masih rendah, dan pajak. Faktor ini jadi pertimbangan lantaran biasanya masyarakat menengah atas membeli rumah untuk investasi.

(Baca juga: Bank BUMN Tak Akan Buru-Buru Terapkan Uang Muka 0% untuk KPR)

Di sisi lain, Direktur Konsumer Bank Tabungan Negara (BTN) Budi Satria mengatakan pentingnya kecepatan pengurusan izin usaha dan lahan, serta izin terkait lainnya untuk mendorong bisnis properti dan kredit perumahan.

“Dengan demikian transmisi dari relaksasi kebijakan (uang muka) tersebut ke dalam bisnis properti tanah air akan dapat lebih cepat dirasakan manfaatnya,” kata dia.

Secara rinci, BI menghapus ketentuan uang muka minimal untuk rumah pertama semua tipe. Sementara uang muka minimal rumah kedua dan seterusnya ditetapkan berkisar 10-20%, kecuali untuk rumah tipe di bawah 21 meter persegi, bebas ketentuan uang muka minimal. Ketentuan ini berlaku mulai 1 Agustus 2018.

BI juga merelaksasi jumlah fasilitas kredit melalui mekanisme inden menjadi maksimal lima fasilitas tanpa melihat urutan. Seiring relaksasi tersebut, BI menyesuaikan pengaturan tahapan pencairan kredit terkait.

Adapun penghapusan ketentuan uang muka minimal memungkinkan bank memberikan fasilitas kredit perumahan dengan uang muka rendah bahkan tanpa uang muka. BTN, misalnya, kemungkinan akan menyamakan uang muka untuk kredit rumah pertama dengan kredit perumahan subsidi yaitu sebesar 1%.

“Down payment 1% (bukan 0%) untuk menghindari moral hazard, supaya lebih bertanggungjawab atas kewajibannya,” kata Budi. Tahun ini, BTN menargetkan pertumbuhan kredit perumahan sebesar 23% secara tahunan.