Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate sebesar 0,25% ke level 4,75%. Meski sudah menaikkan total 0,5% sepanjang Mei ini, namun BI masih membuka peluang kenaikan lebih lanjut sesuai perkembangan ekonomi dan keuangan.
"BI akan terus mengkalibrasi perkembangan ekonomi, keuangan, baik domestik dan global untuk memanfaaatkan masih adanya ruang untuk kenaikan suku bunga secara terukur," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Rabu (30/5).
(Baca juga: Arus Keluar Dana Asing Tekan Rupiah, BI Kerek Bunga Acuan Jadi 4,75%)
Adapun BI menaikkan kembali BI 7 Days Repo Rate dengan mempertimbangkan banyaknya tekanan global yang perlu diantisipasi di antaranya kenaikan bunga acuan Amerika Serikat (AS) dan defisit fiskal di negara tersebut, serta risiko geopolitik. Hal-hal tersebut telah memicu kenaikan imbal hasil (yield) surat berharga AS atau US Treasury dan penguatan dolar AS terhadap seluruh mata uang dunia.
Saat ini, Perry pun menyebut sikap (stance) kebijakan moneter BI netral ke sedikit bias ketat. “Belum ketat,” ujarnya. Stance tersebut dengan mempertimbangkan beberapa hal, di antaranya sasaran inflasi yang diperkirakan masih sesuai sasaran yaitu 2,5%-4,5%.
(Baca juga: Tekan Spekulasi di Pasar, Perry Percepat Umumkan Bunga Acuan BI)
Selain itu, defisit transaksi berjalan yang kemungkinan melebar namun ditargetkan di bawah 2,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kemudian, potensi kenaikan bunga acuan Amerika Serikat (AS) Fed Fund Rate sebanyak dua kali lagi tahun ini dan kebijakan fiskal di negara Paman Sam tersebut.
Pertimbangan lainnya, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan kredit di dalam negeri, serta risiko di pasar keuangan. "Oleh karena itu, kami akan mengkalibrasi untuk bulan-bulan yang akan datang," ujarnya.
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, Perry menjelaskan, BI akan terus memastikan likuiditas rupiah dan valas tetap terjaga di pasar. Maka itu, BI akan lakukan sejumlah penguatan di dalam operasi moneter, baik dari sisi instrumen maupun frekuensinya. "Tidak perlu ada sesuatu kekhawatiran dan muncul informasi bahwa likuiditas ketat," katanya.
Dengan likuiditas yang cukup, ia pun berharap tidak ada alasan bagi perbankan untuk berlomba-lomba menaikkan suku bunganya. Terlebih lagi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah berkomitmen untuk memperkuat efisiensi di perbankan.
(Baca juga: Bunga Acuan Naik, BI Sebut Dampak ke Ekonomi Baru 1-2 Tahun ke Depan)
Ia pun menyatakan bakal berkoordinasi dengan OJK untuk memastikan kenaikan bunga acuan tidak serta merta diikuti dengan kenaikan suku bunga deposito atau suku bunga kredit. Hal ini akan mendukung intermediasi perbankan.
Di sisi lain, BI akan menyampaikan kepada kalangan perbankan, ekonom, baik di pasar obligasi maupun pasar saham agar kenaikan suku bunga ini tidak diartikan sebagai penurunan pertumbuhan ekonomi.
Perry juga mengatakan akan melakukan assesment mengenai langkah makroprudensial, pendalaman pasar keuangan, sistem pembayaran, ekonomi syariah untuk bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.