Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan tambahan pada Rabu (30/5). Perhelatan ini membuka peluang kenaikan kembali bunga acuan BI 7 Days Repo Rate untuk meredam arus keluar dana asing dari pasar keuangan domestik yang telah menekan kurs rupiah.
Ekonom yang kini menjabat Project Consultant Asian Development Bank Institute Eric Sugandi memprediksi BI bakal kembali menaikkan BI 7 Days Repo Rate sebesar 0,25% ke level 4,75%. Sebab, “Kenaikan BI 7 Days Repo Rate sebesar 0,25% pada pertengahan Mei lalu belum cukup untuk mengurangi arus keluar modal asing dari pasar keuangan Indonesia,” kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (28/5).
(Baca juga: Gubernur Baru BI Gelar RDG 30 Mei, Peluang Bunga Acuan Naik Lagi)
RDG tambahan digelar menjelang rapat rutin petinggi bank sentral AS, Federal Open Market Committee (FOMC), pada 12-13 Juni mendatang. Pelaku pasar melihat peluang kenaikan lebih lanjut bunga acuan AS, Fed Fund Rate, dalam rapat tersebut. Adapun ekspektasi kenaikan bunga acuan AS telah memicu arus keluar dana asing dari pasar keuangan negara-negara ekonomi berkembang mulai akhir Januari 2018.
Eric meyakini kenaikan bunga acuan total 0,5% pada Mei tidak akan banyak berdampak terhadap laju ekonomi. “Dampak negatifnya pada pertumbuhan ekonomi relatif kecil karena magnitude-nya kecil,” ujarnya. Tahun ini, pemerintah membidik pertumbuhan ekonomi di level 5,4% atau lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun lalu yang sebesar 5,07%.
Prediksi senada disampaikan Ekonom Bank Permata Josua Pardede. Ia melihat potensi kenaikan BI 7 Days Repo Rate sebesar 0,25% menjadi 4,75%. “Dengan kenaikan suku bunga kebijakan BI tersebut, diharapkan dapat menahan laju capital flight dari dalam negeri mengingat kenaikan suku bunga akan membuat aset investasi dalam denominasi rupiah cenderung akan lebih atraktif,” kata dia.
Menurut dia, kebijakan tersebut perlu diambil BI sekalipun ekspektasi inflasi cenderung terkendali dalam target sasaran, guna menjaga stabilitas makro ekonomi. Adapun untuk mendukung pertumbuhan kredit dan pemulihan ekonomi, BI diyakini bakal mengimplementasikan kebijakan makro prudensial yang lebih longgar.
Ia pun melihat pelaku pasar mulai merespons positif potensi kenaikan BI 7 Days Repo Rate. “Sentimen pasar membaik dikonfirmasi oleh penguatan nilai tukar rupiah ke bawah level 14.000 per dolar AS, serta penurunan imbal hasil SUN sekitar 50 basis poin dalam tiga hari terakhir,” kata dia.
(Baca juga: Gubernur Baru BI Perry Warjiyo Janji Respons Bunga Acuan Lebih Cepat)
Di sisi lain, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan lebih lanjut BI 7 Days Repo Rate memang perlu dilakukan BI untuk mengimbangi peluang kenaikan Fed Fund Rate sebanyak dua kali lagi tahun ini yaitu pada Juni atau Juli dan Oktober.
Namun, ia memprediksi RDG tambahan belum akan memutuskan untuk menaikkan BI 7 Days Repo Rate, lantaran petinggi BI masih akan wait and see kebijakan Fed Fund Rate. “(RDG tambahan) cuma signaling ke pasar saja soal langkah BI dan perkenalan Pak Perry (Gubernur baru BI Perry Warjiyo) juga,” kata Bhima.
Ia memperkirakan BI 7 Days Repo Rate baru akan dinaikkan lagi pada Juni atau Juli mendatang sebesar 0,25%, dan dilanjutkan pada Oktober mendatang untuk mencegah arus keluar modal asing.
Investor asing tercatat banyak melakukan aksi jual baik di pasar saham maupun SBN sepanjang tahun ini. Meski begitu, sejak pertengahan Mei, investor asing tercatat mulai melakukan aksi beli meski masih terbatas. Peningkatan tersebut seiring dengan sinyal kenaikan bunga acuan yang berkali-kali disampaikan BI.
Mengacu pada data Kementerian Keuangan, kepemilikan asing pada SBN tercatat berangsur meningkat hingga tercatat Rp 829,81 triliun per 24 Mei 2018, setelah sebelumnya kembali mengalami tren turun.
Meski begitu, jika dibandingkan dengan posisi tertingginya sepanjang tahun ini yaitu Rp 880,20 triliun per 23 Januari, maka tercatat ada penurunan kepemilikan sebesar Rp 50,39 triliun.
Sementara itu, di pasar saham, investor asing tercatat mulai kembali melakukan aksi beli. Hal tersebut tercermin dari pembelian bersih (net buy) saham oleh asing sebesar Rp 2 triliunan sepekan ini. Namun, aksi jual oleh asing tercatat cukup besar sebelumnya. Alhasil, secara year to date, asing masih membukukan penjualan bersih (net sell) sebesar Rp 39 triliunan.