Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) kembali menggelar rapat bulanan untuk menentukan bunga acuan atau BI 7 Days Repo Rate pada 14-15 Februari 2018. Ekonom memprediksi BI akan mempertahankan bunga acuan di level 4,25% lantaran menguatnya risiko arus keluar modal asing di tengah rencana kenaikan bunga dana Amerika Serikat (AS).
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira memprediksi bunga acuan masih akan bertahan setidaknya hingga April 2018. Hal ini dengan mempertimbangkan bunga dana AS naik tiga kali tahun ini yaitu pada Maret, Juni, dan September.
Kalaupun bunga acuan naik, kemungkinan kenaikan sebesar 0,25-0,5%. "Ini untuk menghalau modal asing keluar terus, capital outflow atau nett sell di bursa saham atau di surat utang," kata dia kepada Katadata, Selasa (13/2). (Baca juga: Gejolak Bursa Saham Global, Sri Mulyani Fokus Jaga Stabilitas Domestik)
Atas dasar itu, ia menilai perlu ada cara lain di luar bunga untuk mendorong pertumbuhan kredit, misalnya dengan menaikkan rasio kredit terhadap agunan atau loan to value (LTV) untuk kredit properti dan kendaraan bermotor. Dengan begitu, uang mukanya (down payment) menjadi lebih rendah.
"Bisa memainkan loan to value-nya dinaikkan jadi 95-97% sehingga uang muka khusus kendaraan bermotor atau kredit properti bisa menurun uang mukanya," kata Bhima. (Baca juga: Hati-hati Salurkan Kredit, Bank Pilih Genggam SUN Rp 569 Triliun)
Selain itu, ia juga mengusulkan untuk BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong konsolidasi perbankan untuk mengurangi persaingan. Dengan begitu, harapannya bunga kredit bisa lebih rendah. Sebab, menurut dia, salah satu penyebab bunga kredit di atas 10% adalah karena perbankan berebut dana masyarakat.
"Kalau tidak begitu, maka transmisi dari penurunan suku bunga acuan kurang efektif,” ucapnya. Saat ini jumlah bank yang beroperasi di dalam negeri sebanyak 117 bank. Idealnya, menurut dia, jumlah bank yang beroperasi bisa di bawah 100.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga memprediksi Dewan Gubernur BI bakal mempertahankan bunga acuan pada rapat kali ini. Sebab, level tersebut masih konsisten untuk menjaga inflasi di target sasaran yaitu 2,5-4,5% dan stabilitas nilai tukar rupiah di tengah rencana kenaikan bunga AS.
Adapun potensi kenaikan bunga AS meningkat seiring ekspektasi kenaikan inflasi di negara tersebut. “Ekspektasi kenaikan inflasi AS telah mendorong kenaikan yield (imbal hasil) US Treasury di atas level 2,8% sehingga mendorong sell-off (aksi jual) di pasar keuangan Emerging Market (negara ekonomi berkembang),” kata Josua.
Selain mempertahankan bunga acuan, BI diperkirakan akan mengevaluasi dampak dari percepatan implementasi GWM rata-rata serta pelonggaran kebijkan makroprudensial yang diharapkan dapat mendorong penyaluran kredit bank dan momentum pertumbuhan ekonomi.