Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 188 tahun 2010 tentang Impor Barang yang Dibawa Oleh Penumpang. Dalam revisi tersebut, ambang batas nilai barang belanjaan dari luar negeri yang bebas bea masuk naik dari US$ 250 menjadi US$ 500 per individu. Sedangkan ambang batas per keluarga dihapus.
Dengan demikian, ambang batas yang ditetapkan Indonesia lebih tinggi dibandingkan beberapa negara tetangga seperti Kamboja yang sebesar US$ 50 per penumpang, Malaysia US$ 125 per penumpang, dan Thailand US$ 285 per penumpang. Namun, ambang batas masih lebih rendah dibandingkan Singapura dan Tiongkok yang masing-masing sebesar US$ 600 dan US$ 764 per penumpang.
"Kalau dibanding negara lain, dengan menaikkan jadi US$ 500 per penumpang kita masih di bawah Singapura. Tapi dia (menetapkan sebesar itu) karena pendapatan per kapitanya jauh lebih tinggi dari Indonesia. Begitu juga dengan Tiongkok," kata Sri Mulyani saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Kamis (28/12).
(Baca juga: Pemerintah Kaji Bea Masuk Barang Digital, Ini Saran Peneliti Pajak)
Namun, ia menjelaskan, untuk beberapa jenis barang yaitu pakaian, tas, arloji, dan barang elektronik, pembebasan bea masuk tidak hanya mengacu pada ketentuan ambang batas nilai yang sebesar US$ 500 per individu, melainkan ketentuan mengenai batasan jumlah barang.
Rinciannya, pakaian maksimal 10, tas maksimal tiga, arloji maksimal dua, dan barang elektronik maksimal dua. Dengan demikian, meskipun nilai barang belanjaan di bawah US$ 500 tapi jumlahnya melebihi ketentuan, maka sisanya tetap akan kena bea masuk.
"Biasanya ada tuh di Instagram dia beli banyak (barang). Itu pasti kena (bea masuk)," kata Sri Mulyani. Adapun kebijakan ini untuk menghindari penyelundupan barang untuk perdagangan.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan modus penyelundupan semacam itu biasa ditemukan. "Ada penumpang yang bawa 12 pasang sepatu. Katanya milik pribadi. Tetapi saat diperiksa, ukurannya berbeda," ucapnya.
Dengan revisi PMK tersebut, jika barang belanjaan per individu tidak melebihi ambang batas nilai ataupun jumlah, maka hanya harus membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Sementara itu, jika melebihi ambang batas, maka kelebihannya akan dikenakan bea masuk dengan tarif tetap (flat) sebesar 10%, ditambah PPN dan PPh.
Adapun tarif bea masuk yang sebesar 10% tersebut berubah dari sebelumnya berbeda sesuai jenis barang. "Biasanya kami lihat 'Oh barangnya apa?' Baru ditentukan tarifnya,” kata Sri Mulyani. Tarif baru tersebut di bawah Jepang dan Malaysia yang masing-masing 15% dan 30%.
Ke depan, untuk menghindari salah paham, Ditjen Bea dan Cukai bakal menyiapkan satuan tugas (satgas) untuk melayani masyarakat yang ingin melakukan deklarasi barang sebelum berangkat. Dengan begitu, masyarakat bisa membawa barang tanpa takut ketika pulang bakal dicurigai sebagai belanjaan dari luar negeri. Deklarasi dilakukan dengan mengisi formulir yang disiapkan.