Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan beberapa kritik terhadap anggaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat berpidato dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) DKI Jakarta tahun 2017-2022. Kritik tersebut mulai dari soal besarnya uang dinas perjalanan luar kota hingga banyaknya kegiatan yang membuat sulitnya pemantauan.
Menurut Sri Mulyani, uang perjalanan dinas luar kota Pemprov DKI Jakarta mencapai tiga kali lipat dari standar nasional. Pada 2018 mendatang, uang perjalanan dinas luar kotanya mengalami kenaikan menjadi Rp 1,5 juta per orang setiap hari, sedangkan standar nasionalnya hanya Rp 480 ribu/orang/hari.
“Daerah ini kalau bikin standar biaya lebih mahal dari pemerintah pusat. Kalau di luar DKI barangkali saya mengerti karena di luar DKI ada perjalanan (jauh). Ini kemahalan,” kata dia saat Musrenbang DKI Jakarta di Balai Kota, Selasa (27/12). Pernyataan itu disampaikannya di depan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno yang turut menghadiri Musrenbang tersebut.
(Baca juga: Tak Sesuai Fungsi, Anggaran Tim Gubernur Anies Ditolak Kemendagri)
Maka itu, ia pun menilai perlunya rasionalisasi dana. Ia pun mempertanyakan apakah kenaikan uang dinas perjalanan merupakan cara pemberian insentif yang tepat. Apalagi, dana seharusnya dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan pemerintah, yaitu mengurangi kemiskinan, kesenjangan, dan pengangguran serta membangun infrastruktur, sumber daya manusia, dan reformasi birokrasi.
Selain biaya perjalanan dinas, Sri Mulyani juga menyoroti besarnya anggaran untuk membayar gaji dan tunjangan alias belanja pegawai di DKI Jakarta. Belanja pegawai mencapai 36,2% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sementara belanja modal hanya 25,2%.
Menurut dia, porsi belanja pegawai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi lain. Ia pun mengingatkan, tingginya belanja pegawai harus diiringi dengan peningkatan kualitas layanan.
Hal lain yang juga disoroti Sri Mulyani yaitu rendahnya penyerapan anggaran. Ia menjelaskan, pendapatan DKI Jakarta mecapai lebih dari Rp 66 Triliun tahun ini. Angka tersebut merupakan yang tertinggi se-Indonesia. Akan tetapi, hingga November lalu, masih ada Rp 22 Triliun alias sepertiganya yang belum dibelanjakan.
Meski begitu, Sri Mulyani berharap pendapatan daerah dibelanjakan dengan bertanggung jawab, bukan dihabiskan tanpa tujuan yang jelas. (Baca juga: Sri Mulyani Dukung Daerah Jadi Kota untuk Dongkrak Ekonomi)
Pada kesempatan itu, Sri Mulyani juga menyoroti banyaknya program yang dianggarkan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Dalam catatannya, terdapat 207 program yang terdiri dari ribuan kegiatan.
“Saya tidak tahu Pak Anies sama Pak Sandi bisa tracking tidak 207 program? Sebetulnya kalau semuanya pakai IT based data driven, datanya juga bisa dilihat mana yang betul-betul jalan dan tidak. Tapi dari 207 program itu terjemahannya menjadi 6.287 kegiatan,” kata dia.
Ia menambahkan, dengan banyaknya kegiatan semacam itu, rakyat juga akan kesulitan memonitor. Selain itu, akuntabilitasnya sulit untuk dicapai.