Kemenkeu Tegur Pemerintah Daerah Agar Kelola Anggaran Lebih Efektif

ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
Gedung Kementerian Keuangan.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
22/11/2017, 17.07 WIB

Kementerian Keuangan menilai pengelolaan anggaran di daerah perlu diperbaiki. Pengelolaan anggaran pemda dianggap masih timpang, di antaranya terlihat antara porsi belanja pegawai dibandingkan belanja modal.

"Sebanyak 36,8% dari APBD untuk belanja pegawai berbanding dengan 20% untuk belanja modal," ujar Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Budiharso Teguh Widodo di Auditorium Danapala, Kemenkeu, Jakarta, Rabu (22/11).

Penyerapan anggaran pemerintah daerah juga belum optimal yang ditunjukkan dari realisasi belanja modal yang kian lambat sementara simpanan Pemda di bank semakin meningkat tiap tahun. "Bahkan Silpanya juga makin besar," kata Budiharso. (Baca: Wantimpres: Kebocoran Keuangan Daerah Memburuk)

Kemudian, Budiharso pun menilai adanya ketimpangan dalam layanan publik antar daerah. Dia mencontohkan, pada akses air bersih Kota Balikpapan, Kalimantan Timur mencapai 98%. Sementara di Kabupaten Mamberamo, Papua akses air bersih baru mencapai 4%.

Di bidang kesehatan, untuk Banda Aceh telah terdapat 15 per 100 ribu tenaga kesehatan. Sementara di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) baru 1,4 per 100ribu yang dilayani oleh tenaga kesehatan.

"Kemudian partisipasi sekolah hingga SMA, di Padang Sidempuan 87%, tetapi di pegunungan Bintan hanya 7%," kata Budiharso. 

(Baca: BPK Temukan Masalah Uang Negara Rp 27,39 Triliun di Semester I-2017)

Di bidang tata kelola keuangan daerah terdapat paling tidak 7950 temuan atas Sistem Pengendalian Internal (SPI) dengan 12.168 permasalahan. Hal tersebut, lanjut Budiharso, memiliki dampak kerugian negara sekitar 2,155 triliun.

"Yang lebih menyedihkan lagi terdapat 361 kepala daerah yang terlibat kasus korupsi dari 542 daerah. 18 gubernur, 343 bupati atau walikota. Korupsi terbesar ada pada pelaksanaan dari pengadaan konstruksi bangunan," kata Budiharso.

Padahal, saat ini anggaran transfer ke daerah makin meningkat. Budiharso mengatakan, sejak desentralisasi fiskal angka anggaran transfer ke daerah meningkat lebih dari 10 kali lipat dari Rp 81 triliun menjadi mencapai Rp 766 triliun.

Sementara, belanja daerah di APBD meningkat hampir 12 kali lipat dalam kurun waktu yang sama. Anggaran belanja daerah tersebut meningkat dari Rp 93 triliun menjadi Rp 1.097 triliun.

Karenanya, transformasi dalam pengelolaan keuangan di daerah mendesak dilakukan. Hal ini dilakukan melalui reformasi dalam perencanaan, pelaksanaan maupun monitoring penganggaran dan pengelolaan keuangan negara

"Transformasi dalam pengelolaan keuangan merupakan sesuatu yang mendesak mengingat pengelolaan APBN dan APBD masih terdapat celah yang masih dapat diperbaiki ke depan agar lebih efektif dan efisien," kata Budiharso.