Kalangan pengusaha dan ekonomi berpendapat kenaikan peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) tak akan serta merta menggairahkan kegiatan investasi di Indonesia. Penyebabnya, investor juga mempertimbangkan banyak faktor lain, di antaranya daya beli, kondisi politik, hingga insentif pajak.
"Ini (kenaikan peringkat kemudahan berusaha) hanya dari sisi 'eh, kalau mau berbisnis di Indonesia lebih cepat loh'. Tapi, ada juga yang melihat 'eh, demand-nya lagi turun,” kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal dan Publik Raden Pardede kepada Katadata, Rabu (1/11).
Selain soal daya beli, menurut Raden, investor juga mempertimbangkan kondisi politik di Tanah Air. Tahun depan, akan ada pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak, lalu dilanjutkan dengan pemilihan umum presiden (Pilpres) di tahun berikutnya. Melihat kondisi itu, investor biasanya lebih hati-hati.
Meski begitu, Raden mengakui kenaikan peringkat usaha meningkatkan peluang Indonesia untuk dilirik investor. Sebab, biaya untuk berbisnis di Tanah Air semestinya semakin murah. (Baca juga: Peringkat Kemudahan Usaha RI Naik, Urusan Pajak Dapat Nilai Minus)
Ekonom Maybank Indonesia Juniman juga menyampaikan pendapat senada. "Selain EoDB, tenaga kerjanya, insentif fiskal, dan dukungan pemerintah terhadap investor itu jadi pertimbangan (investor)," kata dia.
Selain itu, investor juga akan memantau perkembangan iklim investasi di negara lain. "Mereka akan compare dengan negara lain,” ucapnya. Intinya, ada banyak faktor yang jadi pertimbangan investor.
Di sisi lain, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong optimistis kenaikan peringkat ini bakal membantu upaya pemerintah menarik investasi asing. "Ini sudah pasti akan membantu upaya kami menggalang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)," ujar dia.
Adapun tahun ini, pemerintah menargetkan realisasi investasi asing dan domestik mencapai Rp 678,8 triliun. Hingga September lalu, realisasi sudah mencapai Rp 513,2 triliun atau 75,6% dari target. (Baca juga: Realisasi Investasi Hingga September 2017 Capai 75,6% dari Target)