Pemerintah melebarkan defisit anggaran pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017 menjadi 2,92 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit anggaran diperkirakan menjadi Rp 397,2 triliun atau naik Rp 67 triliun dari asumsi APBN 2017 sebesar Rp 330,2 triliun atau 2,41 persen terhadap PDB.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan untuk membiayai defisit anggaran yang membesar, pemerintah akan meningkatkan penerbitan surat berharga negara (SBN) gross Rp 76,6 triliun menjadi Rp 461,3 triliun. Pada APBN 2017 pemerintah mematok total pembiayaan utang Rp 384,7 triliun.
Meski memaparkan defisit anggaran yang mendekati 3 persen, Darmin meyakini realisasi defisit anggaran hanya sebesar Rp 362,9 triliun atau 2,67 persen terhadap PDB.
(Baca: Prediksi Ekonomi Membaik, Pemerintah Bongkar APBN 2017)
Sehingga dia yakin pemerintah tak akan melanggar batas defisit anggaran yang diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada Pasal 12 ayat (3) UU Keuangan Negara diatur defisit anggaran dibatasi maksimal 3 persen dari PDB.
Darmin mengatakan, secara alamiah realisasi belanja pemerintah tidak akan habis 100 persen di akhir tahun yang akan berdampak terhadap realisasi defisit anggaran.
"Kalau anggaran (belanja terserap) 100 persen, maka defisit anggaran 2,92 persen. Namun kami yakin realisasinya antara 96-97 persen, sehingga defisit anggaran (diproyeksikan) hanya 2,67 persen," kata Darmin dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis (6/7).
Darmin menjelaskan defisit anggaran melebar karena proyeksi pendapatan negara yang turun Rp 36,2 triliun menjadi Rp 1.714,1 triliun. Penerimaan pajak negara seret, pada semester pertama baru tercapai Rp 571,9 triliun atau 38,2 persen dari target.
(Baca: Penerimaan Seret, Pemerintah Turunkan Target Pajak Rp 50 Triliun)
Sementara itu belanja negara naik Rp 30,9 triliun yang disumbang pos kementerian/lembaga (K/L) Rp 9,5 triliun dan non-kementerian/lembaga Rp 26,5 triliun. Besarnya peningkatan belanja non-KL disumbang oleh membengkaknya anggaran subsidi energi sebesar Rp 25,8 triliun menjadi Rp 103,1 triliun. Sementara anggaran subsidi non-energinya justru berkurang Rp 3,7 triliun.
Selain melebarkan defisit, pemerintah juga memangkas anggaran belanja Rp 16 triliun. "Penghematan belanja KL dilakukan dengan realokasi belanja barang jadi belanja yang lebih produktif dan mendesak," kata Darmin.