Tarif Angkutan Mudik Naik, BI Prediksi Puncak Inflasi Pada Juni

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Sejumlah calon penumpang mengantre pembelian tiket kereta api di Stasiun Pasar Senen, Jakarta. PT KAI melayani pembelian tiket angkutan lebaran 2017 untuk H-10 hingga H+10 Lebaran mulai 17 Maret - 7 April 2017.
15/6/2017, 21.18 WIB

Bank Indonesia (BI) memperkirakan, inflasi pada Juni akan sedikit lebih tinggi dibanding bulan lalu yang sebesar 0,39 persen. Berdasarkan survei pekan pertama Juni, inflasi tercatat sebesar 0,5 persen.

Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Doddy Budi Waluyo mengatakan, tekanan inflasi pada Juni ini di antaranya karena kenaikan tarif angkutan. Selain itu, dampak dari kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) 900 volt ampere (VA).

“Pekan pertama sudah 0,5 persen itu karena dampak kenaikan TDL dan pengaruh angkutan,” kata Doddy di kantornya, Jakarta, Kamis (15/6). Di sisi lain, harga pangan bergejolak (volatile food) diklaim cenderung stabil sehingga tak membebani inflasi lebih jauh.

BI memperkirakan puncak inflasi 2017 bakal terjadi pada Juni ini. Meski begitu, tingkat inflasinya diperkirakan bakal lebih rendah dibanding periode sama atau Ramadan di tahun-tahun sebelumnya. “Pick up (naik), tapi tidak tajam,” ucapnya.

Ke depan, BI melihat tekanan inflasi bakal mulai berkurang. Alasannya, karena tekanan dari kenaikan TDL 900 VA sudah hilang. Maka itu, inflasi diproyeksikan masih sesuai target yaitu 3-5 persen. Namun, proyeksi bisa berubah jika pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga-harga yang kemudian mempengaruhi harga pangan bergejolak. (Baca juga: Menko Darmin: Pemerintah Kaji Kenaikan BBM Setelah Lebaran)

Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution berharap inflasi Juni ini setinggi bulan lalu atau 0,39 persen. Bila tingkat inflasi tersebut terealisasi maka bakal menjadi inflasi Ramadan terendah dalam lebih dari satu dekade.

“Agak susah sih memprediksinya, karena dia (BI) angkanya keluar 0,5 persen. Bukan enggak bisa turun. Kami sih berharap sama kayak bulan lalu, paling 0,39 persen,” ujar dia. (Baca juga: Darmin Proyeksikan Inflasi Ramadan 2017 Terendah dalam 10 Tahun)

Data Inflasi Ramadan 2005-2016

TahunInflasi Ramadhan dan Hari Raya
2005Oktober 8,7 persen dan November 1,31 persen
2006September 0,38 persen dan Oktober 0,86 persen
2007September 0,8 persen dan Oktober 0,79 persen
2008September 0,97 persen dan Oktober 0,45 persen
2009Agustus 0,56 persen dan September 1,05 persen
2010Agustus 0,76 persen dan September 0,44 persen
2011Juli 0,67 persen dan Agustus 0,93 persen
2012Juli 0,7 persen dan Agustus 0,95 persen
2013Juli 3,29 persen dan Agustus 1,12 persen
2014Juni 0,43 persen dan Juli 0,93 persen
2015Juni 0,54 persen dan Juli 0,93 persen
2016Juni 0,66 persen dan Juli 0,69 persen

Data BPS, diolah 

Darmin melihat adanya peluang inflasi lebih rendah dari survei BI lantaran harga beberapa komponen pangan bergejolak seperti cabai rawit, bawang putih, dan gula sudah menurun. Adapun, pangan yang harganya tercatat naik yaitu daging dan telur ayam.

Meski begitu, menurut dia, kenaikan harga daging dan telur dianggap sudah semestinya lantaran harganya sempat jatuh. Jika penurunan harga berlanjut terus, peternak yang akan dirugikan. Oleh karena itu, pemerintah membiarkan harganya sedikit naik. 

Darmin menjelaskan, tingkat Inflasi rendah yang ingin dicapai pada Ramadan kali ini bertujuan untuk mengubah tradisi lonjakan harga yang selalu terjadi tiap kali Ramadan.  Ia menekankan, tidak boleh ada ekspektasi kenaikan harga menjelang Ramadan atau Hari Raya Idul Fitri.

“Kami balikkan situasinya. Karena semua orang menganggap Ramadan (harga harus) naik. Dia naik beneran. Itu yang harus ditinggalkan,” ucapnya.