Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan telah mencapai kesepakatan dengan perusahaan digital raksasa Google terkait dengan kewajiban membayar pajak di Indonesia. Saat ini pembayaran pajak perusahaan tersebut pun telah dilakukan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kesepakatan dengan pihak Google tercapai setelah melalui berbagai pembahasan yang berjalan lama. Akhirnya Google pun mau membayar pajak atas penghasilannya yang didapat dari Indonesia. Google membayar pajaknya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) 2016.
"Kami sudah ada pembahasan dengan mereka (Google) dan sudah ada suatu agreement berdasarkan SPT tahun 2016," ujar Sri Mulyani saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (13/6).
Sayangnya Sri masih enggan menyebutkan besaran nilai pajak yang dibayarkan Google sesuai kesepakatan tersebut. Dia mengatakan pembayaran pajak ini sifatnya rahasia, sehingga tidak bisa dirinya tidak bisa mengungkapkan berapa besar pembayaran yang dilakukan Google ataupun Wajib Pajak (WP) lainnya.
(Baca: Tak Setuju Ditjen Pajak, Google Serahkan Versi Baru Hitungan Pajak)
Terkait dengan pembahasan pajak Google, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi bersama jajarannya sempat mendiskusikannya dengan otoritas pajak Inggris, Her Majesty's Revenue and Customs (HRMC). Pertemuan di London, Inggris, Maret lalu, membicarakan upaya pengejaran pajak global terhadap perusahaan-perusahaan digital raksasa Over The Top (OTT).
Inggris bisa dibilang cukup sukses dalam memungut pajak dari perusahaan-perusahaan tersebut. Nilai pajak yang didapat Inggris mencapai £ 4,16 juta atau setara Rp 67 miliar dari perusahaan digital raksasa Facebook pada 2016 lalu. Pajak yang dibayarkan Facebook itu mencapai 1.000 kali lipat dari yang disetorkan pada 2014.
Menurut Komisioner HMRC, Inggris menerapkan Diverted Profit Tax (DPT) atau yang dikenal secara internasional sebagai "Google Tax" dalam mengejar pajak perusahaan OTT. Pajak ini merupakan pajak agresif sebesar 25 persen dari keuntungan perusahaan yang belum berwujud Bentuk Usaha Tetap (BUT), jika terbukti keuntungannya dibawa ke negara lain yang pajaknya lebih rendah.
(Baca: Sri Mulyani Teken Perjanjian Global Anti Penghindaran Pajak)
Pemerintah Indonesia sempat mengkaji kemungkinan penerapan pajak sejenis untuk mengejar pajak dari perusahaan OTT seperti Google, Facebook, dan Twitter. Namun, harus ada penguatan aturan perpajakan untuk itu.