Bank Indonesia (BI) membatasi keluar masuk uang kertas asing dari daerah pabean Indonesia mulai 5 Maret 2018. Nantinya, pembawaan uang kertas asing setara Rp 1 miliar atau lebih hanya bisa dilakukan oleh bank, Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) atau money changer, dan perusahaan jasa pengelolaan uang rupiah (PJPUR) yang telah memenuhi syarat dan terdaftar di BI.

Pembatasan tersebut diatur dalam Peraturan BI (PBI) Nomor 19/7/PBI/2017 tentang pembawaan uang kertas asing (UKA) ke dalam dan ke luar daerah pabean Indonesia. Direktur Kepala Departemen Pengelolaan Devisa BI Rudi Brando Hutabarat mengatakan, tujuan diterbitkannya aturan tersebut adalah untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Ia menjelaskan, ketika permintaan uang kertas asing meningkat maka akan mendorong apresiasi atas nilai tukar uang yang bersangkutan terhadap rupiah. "Ini bisa menekan rupiah dan meningkatkan permintaan valas dan menimbulkan dampak psikologis,” kata Rudi dalam acara Bincang-Bincang Media (BBM) di Gedung BI, Jakarta, Senin (15/5). (Baca juga: April 2017, Rupiah Kuat Terhadap Dolar, tapi Lemah dari Euro)

Peraturan BI tersebut juga bertujuan untuk memperoleh data mengenai lalu lintas uang asing. Data tersebut penting sebagai referensi BI dalam menentukan kebijakan moneter. “Logikanya, kalau ada transaksi dan informasinya tidak kami dapat maka kebijakannya tidak akan efektif karena datanya tidak lengkap," ujar Rudi. (Baca juga: Ramal Rupiah Melemah, Sri Mulyani Perhitungkan Inflasi Dunia dan Lokal)

Sejauh ini, BI memang belum memiliki data lengkap mengenai transaksi uang kertas asing. Namun, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Devisa BI Budianto menaksir, jumlah uang kertas asing yang ditransaksikan di bank berkisar US$ 5 juta atau sekitar Rp 66,5 miliar dalam sebulan. Sedangkan jumlah uang kertas asing yang ditransaksikan di money changer mencapai Rp 1 miliar sebulan.

"Saat ini kurang lebih sekitar Rp 1 miliar per bulan, more of less 30 juta (lembar) uang kertas asing untuk kepentingan transaksi atau KUPVA," ujarnya.

Ke depan, bila ada bank, money changer, dan PJPUR yang tak berizin atau tak memenuhi syarat membawa uang kertas asing setara Rp 1 miliar atau lebih keluar masuk daerah pabean Indonesia, maka badan usaha yang dimaksud bakal terkena sanksi. Sanksi pertama, pencegahan atas uang kertas asing oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan.

Selain itu, sanksi tertulis dari BI, bentuknya bisa berupa pembekuan sementara kegiatan usaha hingga pencabutan izin usaha. BI juga bisa merekomendasikan sanksi kepada regulator lain yang berwenang, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk perbankan.

BI berharap badan usaha terkait bisa mempersiapkan diri sebelum aturan tersebut berlaku efektif pada 5 Maret 2018. Adapun, sanksi atas pelanggaran aturan tersebut baru akan diberlakukan dua bulan setelah aturan berlaku efektif atau mulai 7 Mei 2018. "Ada tenggang waktu transisi yang kami nilai cukup, lebih kurang 10 bulan ke depan," tutur Budianto.