Pemerintah mengakui masih ada pemborosan dalam penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kementerian Keuangan mencatat inefisiensi anggaran tahun lalu mencapai Rp 50 triliun, membengkak dari perkiraan awal yang hanya Rp 9,6 triliun. Tahun ini pemerintah berupaya menekan pemborosan anggaran tersebut menjadi hanya Rp 8,7 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui inefisiensi anggaran tahun cukup luar biasa besar. Padahal pemerintah telah melakukan dua kali pemangkasan anggaran, yakni melalui perubahan APBN dan instruksi presiden.
(Baca: Jokowi: Saya Masih Lihat Inefisiensi Anggaran Kementerian)
Pemangkasan anggaran ini dilakukan karena pemerintah melihat ada potensi kekurangan penerimaan negara (shortfall) hingga Rp 248 triliun. Ternyata meski anggaran belanja telah dipangkas, pemborosan anggaran tahun lalu juga besar, bahkan lima kali lebih tinggi dari proyeksi.
Sri berharap tahun ini bisa lebih baik dari tahun lalu. "Saya minta digunakan spending review pelaksanaan anggaran 2017 agar semakin baik. Beberapa langkah simplifikasi dilakukan sehingga tidak membebani dan mengurangi alasan untuk tidak efisien," kata Sri Mulyani saat Rapat Koordinasi Nasional Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2017 Kementerian/Lembaga, di Jakarta, Selasa (28/2).
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan mencatat dalam dua bulan pertama tahun ini inefisiensi anggaran sebesar Rp 8,7 triliun. Inefisiensi ini masih didominasi belanja perjalanan dinas, khususnya paket meeting dan honorarium. Bahkan, Sri melihat masih ada potensi pemborosan hingga Rp 40 triliun.
(Baca: Jokowi: Rencana Kerja 2017 Harus Berubah Total)
Inefisiensi ini terlihat dari penggunaan anggaran kementerian dan lembaga (K/L) yang tidak maksimal. Rata-rata penyerapan anggaran K/L hanya 95 persen dari total alokasi. Artinya masih ada 5 persen anggaran yang tidak bisa terserap dari total Rp 749 triliun.
“Malah ada (K/L) yang penyerapannya 92 persen. Sebetulnya ability to spend (kemampuan belanja) hanya 10, tapi mintanya 15,” ujar Sri. “Bayangkan kalau setiap K/L semuanya memberikan mark up atau nambahnya 5-10 persen!”
Kementerian Keuangan mengaku kesulitan dalam mengoreksi atau memangkas anggaran K/L. Sri mengatakan banyak K/L tidak mau anggarannya dipangkas. Dia hanya bisa bisa mengimbau agar K/L bisa melakukan efisiensi sendiri, agar bisa berkontribusi besar pada APBN.
Untuk meminimalisasi pemborosan ini, Kementerian Keuangan akan berupaya mengurangi defisit anggaran sebesar Rp 40 triliun, sesuai potensi inefisiensi 5 persen dari anggaran K/L. Upaya ini akan dilakukan dengan mengurangi penerbitan surat utang negara (SUN).