Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil perkembangan indeks harga konsumen atau inflasi pada bulan November 2016. Tercatat, inflasi pada bulan tersebut sebesar 0,47 persen atau jauh lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya 0,14 persen.
Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menjelaskan, bahan pangan terutama cabai dan sayur-mayur punya andil besar mengerek inflasi. Namun, tak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Inflasi ini masih di dalam interval BI dan pemerintah," ujar Sasmito dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, 1 Desember 2016. Pemerintah sendiri menargetkan laju inflasi tahun 2016 sebesar empat persen. Sedangkan BI sebesar empat persen plus minus satu persen.
Sasmito merinci, inflasi pada November lalu terutama dipicu oleh kenaikan bahan pangan yang mencapai 1,66 persen. Penyebab utamanya adalah kenaikan harga cabai merah dengan bobot 0,92 persen, dengan andil inflasi sebesar 0,16 persen.
Sepanjang bulan lalu, harga cabai merah ini mengalami rata-rata kenaikan sebesar 21,2 persen. Kenaikan harga cabai merah ini disebabkan oleh musim hujan yang menyebabkan beberapa daerah gagal panen, sehingga, pasokan berkurang dan distribusi terganggu. Kenaikan cabai merah ini terjadi di 72 kota.
Kenaikan harga juga terjadi pada bawang merah dengan rata-rata kenaikan sebesar 16,1 persen, kenaikan terjadi di 69 kota. Bawang merah ini memiliki bobot sebesar 0,7 persen dengan andil terhadap inflasi sebesar 0,10 persen. Kenaikan tertinggi terjadi di Bima dan Sumenep. Kemudian, Cabai Rawit juga mengalami kenaikan rata-rata sebesar 29,7 persen, dengan bobot sebesar 0,19 persen dan andil 0,05 persen. Naik di 80 kota dengan tertinggi di Kupang sebesar 86 persen dan Watampone 85 persen.
Lalu, kenaikan harga juga terjadi di bahan makanan tomat sayur dengan kenaikan rata-rata 19,52 persen. Tomat sayur ini memiliki bobot sebesar 0,22 persen dengan andil terhadap inflasi sebesar 0,04 persen. Kenaikan tomat sayur tertinggi terjadi di Manado sebesar 222 persen. Selain bahan makanan, kenaikan harga juga terjadi di tarif pulsa sebesar 1,11 persen dan harga rokok yang naik 1,96 persen.
Di luar bahan pangan, kenaikan harga rokok juga diklaim sebagai salah satu factor pendorong inflasi. "Kenaikan harga rokok antsipasi produsen dan pedagang atas pemberlakukan kenaikan cukai rokok yang berlaku Januari 2017. Jadi, belum berlaku sudah naik (harganya)," ujar Sasmito.
(Baca juga: Harga Jual Eceran Rokok Naik Mulai Januari 2017)
Pada November lalu terjadi inflasi sebesar 0,47 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 128,18. Dari 82 kota, sebanyak 78 kota mengalami inflasi dan 4 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Manado sebesar 2,86 persen dengan IHK 127,58 dan yang terendah terjadi di Singkawang sebesar 0,05 persen dengan IHK 124,51.
Sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Bau-Bau sebesar 1,54 persen dengan IHK 128,12 dan terendah terjadi di Kendari sebesar 0,22 persen dengan IHK 121,52. Sementara itu, tingkat inflasi tahun kalender (Januari-November) 2016 sebesar 2,59 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (November 2016 terhadap November 2015) sebesar 3,58 persen.
Dengan demikian, inflasi inti yang terjadi bulan November 2016 adalah sebesar 0,15 persen atau terjadi kenaikan indeks dari 118,78 pada Oktober 2016 menjadi 118,96 pada November 2016. Komponen yang harganya diatur pemerintah dan komponen yang harganya bergejolak mengalami inflasi masing-masing sebesar 0,13 persen dan 1,84 persen.
Sasmito juga menjelaskan, inflasi komponen inti tahun kalender (Januari-November) 2016 sebesar 2,84 persen. Sedangkan, komponen yang harganya diatur pemerintah sebesar -0,76 persen dan komponen yang harganya bergejolak sebesar 5,42 persen. Sedangkan inflasi komponen inti dari tahun ke tahun sebesar 3,07 persen.
"Ini adalah inflasi komponen inti tahunan (year on year/yoy) terendah sepanjang sejarah sejak tahun 2004," ujar Sasmito.