Pemerintah Fokuskan Tiga Hal untuk Tingkatkan Daya Saing

Kris | Biro Pers Sekretariat Kepresidenan
Penulis: Desy Setyowati
23/11/2016, 11.25 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan pemerintah akan terus berupaya mendorong peningkatan daya saing nasional. Menurutnya masalah utama yang menghambat Indonesia untuk bisa meningkatkan daya saing adalah produktivitas yang masih rendah dan sulitnya mambangun usaha.

Untuk memperbaiki hal ini, pemerintah akan fokus pada tiga hal. “Pertama, urusan korupsi dan pungli. Kedua, yang berkaitan dengan inefisiensi birokrasi kita. Ketiga, mengejar ketertinggalan dalam pembangunan infrastruktur. Tiga hal ini yang jadi pokok,” kata Jokowi dalam sambutannya saat acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (BI) di JCC, Jakarta, Selasa malam (22/11).

Pembenahan ini telah mulai dilakukan pemerintah melalui program deregulasi, pemangkasan perizinan usaha dan mengeluarkan 14 paket kebijakan ekonomi. Jokowi juga berkomitmen untuk memberantas pungutan liar (pungli) yang terjadi di birokrasi. (Baca: Jokowi: Hati-Hati Ada Saber Pungli)

Dia mengatakan upaya peningkatan daya saing ini telah dilakukan sejak memimpin pemerintahan, dengan memangkas anggaran subsidi energi untuk kegiatan produktif seperti infrastruktur. Hasilnya, pembangunan infrastruktur naik hampir 76 persen.

Melalui pembangunan jalan, jalur kereta api, bandara, pelabuhan, dan infrastruktur lainnya, dia berharap bisa mengurangi biaya distribusi. “Suara apapun yang datang kepada saya, saya akan fokus ke bidang infrastruktur baik dikerjakan dengan APBN, Bada Usaha Milik Negara (BUMN), dan investasi swasta.”

Kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur hingga 2019 sekitar Rp 4.900 triliun. Tanpa bantuan dari investor swasta, ia memperkirakan pembangunan infrastruktur baru akan selesai pada 115 hingga 20 tahun kemudian. Sebab pendanaan yang tersedia di dalam negeri hanya sekitar Rp 1.500 triliun. (Baca: Kumpulkan Gubernur, Jokowi Minta Pangkas Perizinan Daerah)

Selain itu, untuk meningkatkan produktivitas pemerintah juga mendorong perbaikan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Khusus untuk lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), ia ingin tenaga pengajar yang tersedia merupakan ahli di bidangnya masing-masing, bukan yang normatif. “Yang keliru di SMK Indonesia, 70-80 persen gurunya adalah normatif seharusnya vokasional atau yang terlatih,” ujar Jokowi.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pengembangan pendidikan dan pelatihan vokasi ini masih menghadapi kendala. Ini menyangkut kewenangan empat kementerian, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Agama, dan Kementerian Ketenagakerjaan. Perlu ada persamaan persepsi dan kelembagaan di antara keempat ini.

Data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bapenas) menunjukan ada ketidaksesuaian kebutuhan industri dan tenaga kerja yang tersedia. Pertumbuhan rata-rata tenaga kerja lulusan SMK terus menurun. Pada 2001-2005 pertumbuhannya mencapai 10,3 persen per tahun, menjadi hanya 4,1 persen di 2010-2015. (Baca: Didominasi Lulusan SMP, Industri Manufaktur Kekurangan Pekerja)

Atas dasar tersebut, ia mendorong adanya perubahan dari komposisi kegiatan belajar dan mengajar serta kurikulum. “Kami ingin pada tahun pertama (sekolah) ada keahlian, diberikan sertifikat bagi yang lulus. Tidak perlu menunggu ijazah di tahun ketiga. Jadi dia bisa cari kerja atau buat pekerjaan sendiri,” ujar dia.

Program vokasional semacam ini yang ingin dikembangkan di SMK, politeknik, lembaga pendidikan dan pelatihan di Kementerian dan Lembaga (K/L), Balai Latihan Kerja, LPK swasta, training center industri. Dengan perbaikan kurikulum ini, ia berharap kualitas SDM Indonesia meningkat.

Darmin mengatakan pihaknya sedang mempersiapkan peta jalan (roadmap) dan kegiatan terkait pendidikan dan pelatihan vokasional terutama kelistrikan dan juru ukur. Untuk bidang kelistrikan, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sudah mempersiapkan program vokasional.

Sedangkan untuk juru ukur, kata dia, ini sangat dibutuhkan mengingat pemerintah akan fokus mendorong pembangunan infrastruktur. Maka dari itu, juru ukur di bidang pertanahan sangat diperlukan. “Kami butuh ribuan juru ukur dalam tiga tahun,” kata Darmin.