KATADATA - Harapan pemerintah agar masyarakat menikmati bunga “rendah” belum juga terwujud. Padahal, Bank Indonesia telah meminta kalangan perbankan melandaikan bunganya, seiring langkah BI memangkas suku bunga acuannya pada kamis dua pekan lalu, dari 7,5 menjadi 7,25 persen. Bahkan, dua hari lalu bank sentral juga memberi sinya kembali menurunkan BI Rate.
Menurut Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, saat ini bank belum berani menurunkan bunga deposito. Mereka masih berkompetisi dalam memperoleh Dana Pihak Ketiga (DPK). Dengan BI Rate turun 0,25 persen, kata Mirza, seharusnya bunga deposito bisa mendekati level suku bunga operasi moneter BI tiga bulan dan satu bulan yakni 6,5 dan 6,1 persen. Apalagi kekhawatiran inflasi tinggi sudah terlewati, sebab per akhir tahun lalu hanya 3,35 persen.
“Apakah bank bisa pricing deposit tidak jauh dari suku bunga operasi moneter yang sebulan 6,1 persen? Yang tahu jawabannya ya bank,” kata Mirza dalam acara Ikatan Alumi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesi, di Jakarta, Jumat, 29 Januari 2016. (Baca juga: Kritik Bunga Tinggi, Jusuf Kalla: Giliran BI Dengarkan Pemerintah).
Rupanya, kataMirza, bank kesulitan menurunkan bunga deposito karena ada 200 ribu deposan -individu atau korporasi- dari sekitar 170 juta rekening yang menguasai 57 persen Dana Pihak Ketiga di perbankan dalam negeri. “200 ribu rekening ini yang minta bunga deposit tinggi,” kata Mirza. Alasannya, mereka menilai dengan inflasi yang tinggi semestinya mendapatkan kompensasi tingkat bunga yang besar pula.
Karena itu, agar level bunga perbankan bisa berkurang, Mirza berharap para deposan kakap ini mau mengurangi permintaan tingkat bunga tinggi mengingat inflasi tidak setinggi yang diperkirakan. Meski demikian, dia juga khawatir para penabung memilih keluar kalau bunga rendah sehingga berpengaruh terhadap likuiditas perbankan. “Penting juga jaga ekspektasi depresiasinya.”
Selain itu, Mirza pun mengakui langkah pemerintah menerbitkan Surat Berharga Negara akan menyerap likuiditas di pasar. Khawatirnya, deposan lebih memilih membeli obligasi pemerintah ketimbang menyimpannya di perbankan. Apalagi, upaya pemerintah mengejar target penerimaan pajak berpotensi memperketata likuiditas.
Tetapi, jika pemerintah segera mencairkan pembiayaan dari obligasi untuk pembangunan infrastruktur, Mirza yakin likuiditas kembali ke pasar. “Apakah bank akan kesulitan pendanaan? Jawabannya tergantung dari pencairan anggaran,” ujarnya. (Lihat pula: Pemerintah Kembali Meminta BI Turunkan Suku Bunga).
Menurutnya, sewaktu dana pensiun, asuransi, atau pemodal lainnya beli SBN atau mengkonversi deposit ke SBN, dana tersebut akan masuk ke kas pemerintah. Oleh pemerintah, dana tersebut akan keluar dalam bentuk pendanaan proyek. “Sehingga dana itu akan kembali ke sistem perbankan.”
Turunnya bunga deposito diharapkan membantu korporasi dan industri mendapatkan pembiayaan yang lebih murah. Sebab, bunga kredit juga dipastikan akan mengikutinya. Sayangnya, mayoritas perbankan mengatakan, bunga bank baru dipangkas dua atau tiga bulan setelah BI Rate turun.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia Hari Siaga mengatakan perusahaanya sudah mempersiapkan diri untuk menurunkan bunga deposito. Saat ini, BRI sudah memberikan bunga Kredit Usaha Rakyat sebesar sembilan persen dengan porsi pinjaman Rp 67,5 triliun, dari total Rp 100 triliun program pemerintah tersebut. Sumber dana kredit ini berasal dari DPK.
“Kondisi ini menunjukan bahwa BRI sudah mempersiapkan diri terhadap penurunan bunga. Untuk bunga komersial akan kami turunkan secara bertahap,” kata Hari kepada Katadata. (Baca: Jusuf Kalla Minta Perbankan Pangkas Bunga Deposito).
Sebenarnya, pemerintah telah berkali-kali meminta agar perbankan, juga Bank Indonesia, menurunkan suku bunganya. Dalam berbagai kesempatan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan hal tersebut. Begitu pula dengan Menteri Koordinator Peekonomian Darmin Nasution. Lantaran seringnya mereka meminta penurunan ini, pemerintah kerap dianggap berupaya mengintervensi langkah bank sentral.