KATADATA ? Sesuai janjinya, pemerintahan Presiden Joko Widodo kemarin mengumumkan paket kebijakan September Jilid II. Kebijakan ini untuk merespons ekonomi yang masih lesu efek dari pelemahan ekonomi global. ?Pemerintah menyiapkan paket yang jauh lebih ringan, terfokus, dan memiliki dampak yang lebih besar pada perekonomian dan pasar keuangan,? kata Dian Ayu Yustina, Ekonom Bank Danamon dalam analisisnya yang diterima Katadata, Rabu, 30 September 2015.
Seperti diberitakan Katadata sebelumnya, pada 9 September lalu pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi jilid pertama yang menyasar tiga hal. Pertama, mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokratisasi, penegakan hukum, dan peningkatan kepastian usaha.
Kedua, mempercepat implementasi proyek strategis nasional dengan menghilangkan aneka hambatan, menyederhanakan izin, mempercepat pengadaan barang serta memperkuat peran kepala daerah untuk mendukung program strategis itu. Dan ketiga, meningkatkan investasi di sektor properti, misalnya dengan mengeluarkan kebijakan untuk pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan membuka peluang investasi di sektor ini sebesar-besarnya.
Sayangnya, kebijakan tersebut dinilai tak menyentuh pada persoalan jangka pendek, seperti ambruknya rupiah yang sudah bertengger di level 14.600 per dolar Amerika Serikat, terkurasnya cadangan devisa, dan harga saham yang berguguran dengan indeks harga saham gabungan hari kemarin di posisi 4.178.
Kali ini, kebijakan pemerintaha Jokowi langsung menukik pada sejumlah persoalan. Misalnya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pajak bunga deposito yang saat ini 20 persen akan dipangkas tinggal separuhnya bagi eksportir yang menyimpan devisa hasil ekspor (DHE) dalam valuta asing selama sebulan di perbankan dalam negeri. Pemotongan akan lebih tinggi lagi, tinggal 7,5 persen, jika ditanam tiga bulan, 2,5 persen untuk periode enam bulan, dan nol persen untuk jangka waktu sembilan bulan atau lebih.
Pemangkasan lebih "gila" lagi bila eksportir mengkonversikan valasnya ke rupiah. Secara berturut dalam periode yang sama, pajak bunga depositonya menjadi 7,5 persen, 5 persen, dan nol persen untuk jangka waktu enam bulan atau lebih. Kebijakan ini diharapkan efektif pada dua minggu ke depan dan membuat rupiah menguat seiring suplai valas yang meningkat. ?Mudah-mudahan akan bisa memengaruhi (rupiah),? kata Darmin di kantornya, kemarin.
Untuk memastikan kebijaka tersebut, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan sedang mempercepat penerbitan peraturan pemerintah yang terkait. Langkah ini juga sebagai upaya membantu Bank Indonesia menstabilkan nilai tukar rupiah. ?Dengan koridor yang ada, kami dukung BI untuk jaga stabilitas nilai tukar maka kami beri fasilitas pengurangan pajak bunga deposito,? ujarnya. (Baca juga: BI Belum Akan Mengubah Kebijakan Moneternya).
Selain fokus pada suplai valas, pemerintah juga mempercepat izin investasi di daerah industri. Rencananya, investor dapat mengantongi izin hanya dalam tiga jam, sangat cepat dari sebelumnya yang perlu sembilan hari. Syaratnya, nilai investasi mesti di atas Rp100 miliar dan menyerap tenaga kerja minimal 1.000 pekerja rumah tangga.
Ada pula upaya mempercepat izin investasi di bidang kehutanan. Sebelumnya, proses izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) memakan waktu hingga empat tahun. Dengan reformasi peraturan, waktu pemrosesan dipotong secara signifikan tinggal 12-15 hari. (Baca pula: Darmin: Dampak Paket Kebijakan Tidak Langsung)
Menurut Dian Ayu Yustina, paket kebijakan yang terbaru lebih terfokus dibandingkan dengan tahap pertama. Selain itu, kebijakan tersebut bisa meningkatkan persepsi pasar terhadap perekonomian Indonesia. "Regulasi untuk memberikan insentif bagi eksportir agar memarkir dana mereka di dalam negeri merupakan langkah positif yang signifikan untuk memperbaiki struktur pasar forex," ujarnya.
Dia memperkirakan ada potensi US$ 35-40 miliar hasil ekspor per kuartal yang bisa masuk sistem keuangan domestik atau pasar forex. Namun, Dian juga melihat beberapa kebijakan masih cenderung memiliki dampak jangka menengah yaitu yang terkait dengan peningkatan iklim usaha dan kemudahan melakukan bisnis.