KATADATA ? Pemerintah berpotensi mendapatkan tambahan penerimaan hingga Rp 800 miliar pada tahun ini. Tambahan ini berasal dari kenaikan tarif bea masuk beberapa barang konsumsi.
?Estimasi kami hingga lima sampai enam bulan ke depan (ada tambahan) Rp 800 miliar, menjadi sekitar Rp 38 triliun dari target APBN-P 2015 Rp 37,2 triliun,? kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara di kantornya, Jakarta, Senin (27/7).
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132/PMK.010/2015 tentang Penetapan Sistem Kalsifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor, terdapat 1.151 pos tarif produk konsumsi yang tarif bea masuknya dinaikkan. Kenaikan tersebut bervariasi antara 5 persen hingga 50 persen.
Sedangkan untuk minuman beralkohol tarifnya berubah dari tarif spesifik menjadi ad valorem yang dipungut berdasarkan persentase nilai produk. Besaran tarifnya antara 90 persen hingga 150 persen yang disesuaikan dengan golongannya.
Dalam aturan ini, pemerintah juga menurunkan tarif bea masuk empat pos komponen pesawat terbang dari 5 persen menjadi nol persen.
Suahasil mengatakan, dengan adanya aturan ini maka rata-rata tarif bea masuk di Indonesia menjadi 8,83 persen lebih tinggi dari sebelumnya 7,26 persen. Kendati begitu, dia mengatakan, besaran tarif ini masih lebih rendah dibandingkan negara lain.
Dia menyebutkan, pada 2013 tarif bea masuk di India dan Brasil 13,5 persen, Argentina dan Korea 13 persen, Thailand 11 persen, Turki 10,8 persen, Cina 9,9 persen, dan Vietnam 9,5 persen.
Menurut Suahasil, kenaikan tarif bea masuk ini hanya langkah harmonisasi, bukan untuk mendorong penerimaan negara. Meski harga barang konsumsi impor di dalam negeri akan meningkat, namun tidak akan berpengaruh besar terhadap inflasi dan daya beli masyarakat. Dia memperkirakan, pertumbuhan konsumsi hingga akhir tahun pada kisaran 5 persen.
Kebijakan ini juga tidak akan berpengaruh terhadap neraca perdagangan. ?Semua (barang konsumsi) yang ada di PMK ini hanya 1 persen dari total (impor). Karena ini hanya barang konsumsi yang hilir, (impor) kan masih ada bahan baku dan yang lain,? kata dia.
Anggota Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMI) Siem Diwatmoko Setiono mengatakan, kebijakan ini tidak akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Menurut dia, suplai uang yang beredar di masyarakat yang sangat memengaruhi minat beli. Untuk itu, hanya penyerapan APBN yang bisa mendorong konsumsi masyarakat.
Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian Haris Mundandar menambahkan, dalam jangka panjang kebijakan ini bisa mendorong investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI). Sebab, dengan pasar Indonesia yang besar bukan tidak mungkin memancing perusahaan asing tersebut untuk berinvestasi di Indonesia.
?Daripada harus membayar lebih mahal dengan naiknya tarif bea masuk ini,? kata dia.