Jokowi Marah-Marah di Ruangan Ini

KATADATA
Presiden Jokowi, pada hari Rabu, (17/07) menyinggung proses dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok adalah yang terlama di Asia, merujuk kepada proses di Pusat Penanganan Perizinan Impor Ekspor Terpadu (P3IET) yang belum efektif.
25/6/2015, 17.35 WIB

KATADATA ? Ruang Pusat Perizinan Impor Ekspor Terpadu (P3IET) Pelabuhan Tanjung Priok, Rabu (24/6) tampak sepi. Beberapa petugas hanya duduk-duduk di ruangan dengan luas sekitar 15x15 meter tersebut. Tidak ada pelaku ekspor impor yang mengurus perizinan di kantor yang disebut sebagai pusat pelayanan satu atap itu.

Padahal sepekan sebelumnya, di ruangan tersebut Presiden Joko Widodo marah besar karena mengetahui masa tunggu dan bongkar muat barang atau dwelling time masih panjang, yakni 5,5 hari, sekaligus menjadi salah satu yang terlama di ASEAN.

Satu per satu pejabat dia tanya tidak ada yang mampu menjelaskan kenapa masa tunggu itu lama. Begitupula para petugas di sana tidak bisa menyebut siapa yang bertanggung jawab atas kelambanan tersebut. Dia pun mengancam mencopot semua pejabat yang menyebabkan proses bongkar muat pelabuhan lambat seraya memberi target dwelling time menjadi 4,7 hari.

?Betul, Jokowi datang ke tempat ini dan marah-marah ke petugas,? ujar pegawai PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II yang enggan disebut namanya.

Namun, dia menyanggah jika ruangan itu sebagai pusat pelayanan satu atap. Menurutnya, sampai saat ini tidak ada kantor perizinan terpadu di pelabuhan. Yang ada, hanya tempat pembayaran bongkar muat dan hal teknis muatan barang dari kapal di samping ruangan P3IET. ?Tidak ada pelayanan izin di (gedung) sini,? ujarnya.

(Lihat Galeri Foto: Usai Dikunjungi Jokowi, Ruang Layanan di Priok Tetap Sepi)

Seperti tempat-tempat pelayanan lain, ruang P3IET juga memiliki format yang sama. Terdapat 10 TV layar datar yang tergantung di salah satu dinding sebagai alat monitor proses pelayanan di ruangan itu.

Ada pula deretan kursi tunggu yang menghadap delapan meja termasuk dengan perangkat komputer di atasnya. Kedelapan meja itu sekaligus merepresentasikan delapan kementerian dan lembaga yang ikut terlibat dalam kegiatan di kepelabuhan.

Dari papan nama yang terdapat di atasnya, diketahui meja-meja tersebut merupakan tempat pelayanan dari Kementerian Perdagangan, Balai Karantina Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, serta Badan Perikanan. (Lihat Ekonografik: Bongkar-Muat Lama, Salah Siapa?)

Menariknya, di ruangan itu tidak terdapat meja yang bertuliskan Bea Cukai, meskipun ada dua petugas berseragam warna biru kehitam-hitaman dengan lambang Direktorat Jenderal Bea Cukai serta memakai rompi bertuliskan ?Custom? sedang duduk santai di sofa.

?Kami memang diperintahkan stand by di sini, walaupun tidak memiliki meja,? kata salah satu petugas yang tidak mau dituliskan namanya. 

(Baca: Pengusaha Penyebab Lamanya Bongkar-Muat di Tanjung Priok)

Dia mengatakan, tugasnya di ruangan P3IET hanya sebagai pemberi informasi, bukan melayani perizinan. Setiap eksportir maupun importir yang ingin mengurus perizinan dan clearance  mesti ke Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai di kawasan pelabuhan.

Teguh, seorang pegawai Badan Karantina Pertanian menjelaskan hal yang sama. Fungsi pihaknya di ruangan tersebut hanya menanggapi keluhan umum untuk selanjutnya ditindaklanjuti oleh kantor Balai Karantina Pelabuhan.

Teguh juga mengatakan dirinya tidak melayani perizinan. Izin hanya diterbitkan oleh Kantor Balai Besar Karantina Pertanian di Jalan Enggano. ?Kami saat ini hanya menerima hal-hal yang merupakan keluhan umum, bukan penerbitan izin,? kata Teguh.

Pegawai di desk Kementerian Kelautan dan Perikanan mengaku fungsinya hanya memberikan batasan komoditas perikanan apa saja yang dilarang untuk diekspor atau diimpor. Dia tidak berwenang untuk menerbitkan izin ekspor maupun impor. (Baca: ?Konyol kalau Infrastruktur Tidak Kita Siapkan?)

Dirinya juga mengakui bahwa keberadaan ruangan tersebut memang selalu sepi pengunjung semenjak pertama kali beroperasi sebulan lalu. ?Bahkan sejak dibuka pada 22 Mei, baru Mas yang duduk bertanya di meja saya,? ujarnya sambil terkekeh kepada Katadata.

Beberapa meja pelayanan seperti Kemenperin, BPOM, Kemenkes, serta Kementan bahkan terlihat kosong seperti belum pernah terjamah. Salah seorang petugas memberitahu bahwa sejak pembukaan pada 22 Mei pegawai dari kementerian dan lembaga itu belum pernah hadir dan bertugas .

?Mungkin kebijakan kantornya seperti itu Mas, karena di sini pun rata-rata kami hanya konsultasi bukan memberikan izin,? kata Teguh. ?Mungkin karena mayoritas eksportir dan importir sudah mengetahui apa-apa saja yang diperlukan, sehingga mereka enggan berkonsultasi. Tapi itu semua harus dievaluasi.?

Hasil pantauan Katadata di ruangan P3IET tersebut berbeda dengan pernyataan Kepala KPU Bea Cukai Tipe A Tanjung Priok Fadjar Donny Tjahjadi. Menurutnya, P3IET merupakan bagian dari sistem Indonesia Nasional Single Window (INSW). INSW merupakan wadah koordinasi pengurusan izin impor dari 18 kementerian dan lembaga di pelabuhan.

Adapun P3IET, kata dia, merupakan tempat bagi importir dan eksportir yang ingin mengurus perizinan barangnya jika bermasalah. ?Jadi mereka (importir dan eksportir) tidak perlu ke kantor kementerian kalau ada barangnya yang ditolak. Cukup urus perizinan di pelabuhan melalui P3IET,? ujarnya seusai konferensi pers di Kantor Bea Cukai, Jakarta, Selasa (23/6). 

Reporter: Desy Setyowati, Ameidyo Daud Nasution