KATADATA ? Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menyebut tidak ada pihak manapun yang bisa menghentikan proyek pembangunan Pelabuhan Cilamaya. Menurut dia, hanya Presiden Joko Widodo yang bisa melakukan hal tersebut.
Proyek pembangunan Pelabuhan Cilamaya masuk dalam proyek prioritas pemerintah. Ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.
Rencana proyek tersebut juga sudah berjalan sejak pemerintahan sebelumnya. Bahkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga sempat menyetujui pembangunan pelabuhan ini dilanjutkan.
Jonan mengatakan pihaknya hanya menjalankan amanat Perpres tersebut sebagai dasar untuk melanjutkan pembangunan pelabuhan Cilamaya. "Ini (Cilamaya) bukan proyek Kementerian Perhubungan, tapi proyek pemerintah pusat dan ada Perpresnya," kata Jonan saat ditemui di kantornya, Selasa (31/3).
(Baca: Cilamaya Kontroversial, Sofyan Pilih Kembangkan Tanjung Priok)
Dia menginginkan pelaksanaan proyek ini bisa dilimpahkan kepada pihak swasta atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PT Pelindo II (Persero). Harapan ini agar tidak ada anggaran negara yang terpakai, mengingat belum ada alokasi anggaran untuk proyek tersebut. Saat ini sudah ada investor dari dua negara, yakni Jepang dan Korea Selatan, yang berminat membangun Pelabuhan Cilamaya.
PT Pertamina (Persero) keberatan dengan proyek Pelabuhan Cimalaya, karena lokasi pembangunannya bersinggungan dengan fasilitas pipa milik PT Pertamina Hulu Energi ONWJ di lepas pantai Karawang. Selain itu, masih banyak kesulitan lainnya yang justru malah menimbulkan banyak kontroversi, mengenai perlu tidaknya pembangunan pelabuhan tersebut saat ini.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Bobby Mamahit memastikan PT Pertamina (Persero) tidak akan terganggu oleh proses pembangunan pelabuhan Cilamaya. Dia mencontohkan pembangunan pelabuhan di Samarinda atau Singapura yang memiliki lalu lintas padat, walaupun melewati pipa di bawah permukaan lautnya.
"Yang penting sistem pengawasan pelabuhannya dan kapalnya saja yang diperbaiki," kata Bobby.
Bobby merasa heran dengan pihak-pihak yang seolah menentang pembangunan pelabuhan ini. Padahal keputusan final sudah dicapai pada bulan Juni 2014 lalu dan lokasi pembangunan pelabuhan ini sudah digeser 3 kilometer dari yang direncanakan sebelumnya.
"Saat itu sudah sepakat semua termasuk Pertamina. Yang jadi permasalahan kan hanya alur pelayarannya saja," kata Bobby.
Kementerian Perhubungan menyatakan pembangunan pelabuhan Cilamaya ini akan menggunakan teknologi canggih yang akan melindungi fasilitas pengeboran Pertamina. Seharusnya tidak ada alasan rencana pembangunan pelabuhan tersebut dihentikan.
Sebelumnya Kementerian Perhubungan sempat mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo terkait pembangunan Pelabuhan Cilamaya, Karawang, Jawa Barat. Dalam surat tertanggal 16 Januari 2015 tersebut, Kementerian meminta agar proyek tersebut tetap menjadi prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Kementerian beralasan, kapasitas layanan petikemas di Terminal Kalibaru, Jakarta, sudah tidak memadai pada 2020. Dalam jangka pendek layanan petikemas diperkirakan mencapai 10,21 juta TEUs masih bisa diakomodasi dengan terminal Kalibaru. Tapi dengan pertumbuhan bisnis tiap tahun, butuh tambahan kapasitas 7,5 juta TEUs.
Pembangunan Pelabuhan Cilamaya juga bisa menekan biaya logistik karena berada di pusat industri manufaktur di Cikarang dan karawang. Alasan lainnya, pembangunan pelabuhan Cilamaya dapat mengatasi kemacetan lalu lintas di wilayah Jakarta dan sekitarnya.