KATADATA ? Pemerintah masih mencari solusi untuk menyelesaikan sengketa pajak bumi dan bangunan (PBB) perusahaan minyak dan gas (migas) senilai total Rp 3,2 triliun.
Pemerintah memang sudah mencabut peraturan pajak saat melakukan eksplorasi itu, tapi tagihan pajak periode 2012-2013 yang disengketakan tersebut tidak otomatis terselesaikan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, pihaknya masih melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi pada 23 perusahaan migas ini.
?Yang penting saya merasa bahwa setiap ada masalah itu dengan cepat kita duduk bersama. Soal PBB kami juga bicara dengan Menteri Keuangan,? kata dia di Kantor Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas), Jakarta, Kamis (26/3) malam.
(Baca: Keberatan PBB Migas, BP Hentikan Eksplorasi)
Permasalahan pajak ini sebenarnya bermula dari diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010 tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi (migas).
Setiap kontraktor harus membayar PBB sejak melakukan eksplorasi, untuk kontrak baru yang ditandatangani setelah aturan ini diterbitkan. Sedangkan iuran PBB untuk kontrak lama, yang ditandatangani sebelum aturan ini terbit, masih ditanggung oleh negara.
Total pajak yang ditagihkan kepada 23 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) selama 2012-2013 mencapai Rp 3,2 triliun. (Baca Ekonografik: 3,2 Triliun Pajak Eksplorasi Migas Menggantung)
Indonesia Petroleum Assosiation (IPA) menganggap PBB tersebut tidak semestinya ditagihkan ke kontraktor migas. Ini mengingat kontraktor tidak memiliki, menguasai, dan memanfaatkan bumi atau bangunan selama masa eksplorasi. Bahkan pada tahapan tersebut perusahaan migas pun belum mendapatkan hasil, apalagi keuntungan.
Direktur Eksekutif IPA Dipnala Tamzil mengatakan, perusahaan migas menunggu penyelesaian sengketa tersebut. Menurutnya, kasus ini akan berdampak pada iklim investasi migas di Indonesia yang ujungnya akan mempengaruhi produksi dan lifting minyak. (Baca: 23 Kontraktor Migas Terjerat Sengketa Pajak Rp 3,2 Triliun)
Apalagi realisasi rata-rata lifting minyak dari awal Januari sampai Maret 2015 hanya sebesar 764.000 barel per hari (bph). Angka yang masih di bawah target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.
Menanggapi hal tersebut, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengaku sudah melakukan pertemuan dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Kementerian ESDM dua pekan lalu. Dalam pertemuan tersebut, Ditjen Pajak diwakili Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito dan Kementerian ESDM oleh Sekretaris Jenderal Teguh Pamudji.
Salah satu topik yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah mengenai masalah PBB Migas yang menjerat 23 KKKS. Namun, pada pertemuan tersebut dirinya tidak bisa berbuat apa-apa karena sudah masuk dalam ranah Ditjen Pajak.
?Untuk yang sudah terlanjur masuk pengadilan pajak itu akan ditunggu hasil dari pengadilan perpajakan. Yang masih di bawah kewenangan Dirjen Pajak akan diselesaikan Dirjen Pajak,? ujar dia.