KATADATA ? Pemerintah mengaku bisa memaksa masyarakat dalam melakukan pembebasan lahan untuk pembangunan pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW). Pembebasan lahan dengan paksa ini telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
"UU Nomor 2 Tahun 2012, selama digunakan untuk pembangunan infrastruktur, akan ada pemaksaan," kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman, di Jakarta, Selasa (24/3).
Menurut dia, selama ini banyak program-program pemerintah khususnya dalam pembangunan pembangkit terhambat masalah lahan. Pemaksaan dalam pembebasan lahan bisa dilakukan untuk merealisasikan pembangunan proyek pembangkit 35.000 MW.
(Baca: Proyek 35.000 MW, Pemerintah Prioritaskan Swasta Nasional)
Salah satu contohnya adalah proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Batang di Jawa Tengah. Proyek pembangkit kapasitas 2x1000 megawatt tersebut seharusnya sudah dapat beroperasi 2006, tapi karena ada masalah pembebasan lahan seluas 9 hektar, sampai saat ini program tersebut belum bisa berjalan.
"Kalau pakai UU baru kalau mayoritas penduduk setuju bisa dipaksakan. Tapi kalau mayoritas penduduk tidak setuju ya terpaksa harus cari tempat lain untuk pembangkit," ujar dia.
Dalam hal pembebasan lahan ini pemerintah berencana memberikan kewenangan swasta. Nantinya, swasta bisa mengambil tugas pemerintah dalam perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan pembiayaan untuk pembebasan lahan.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Luky Eko Wuryanto mengatakan hal ini akan tertuang dalam revisi ketiga Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2014. Dia mengakui selama ini proses pembebasan lahan memakan waktu yang lama, sehingga investor kesulitan menjalankan proyek yang akan dilakukan.
Selama ini pembebasan lahan bagi pembangunan yang sifatnya untuk kepentingan publik, didanai oleh pemerintah. Namun, karena proses pencairan anggaran cukup sulit, pembebasan lahan pun memakan waktu yang cukup lama.
Dengan revisi aturan ini, pembiayaan pembebasan lahan dilimpahkan kepada swasta terlebih dahulu, kemudian akan diganti pemerintah. Ini bisa mempercepat proses pembebasan lahan, dan memudahkan bagi swasta.
Sebagaimana diketahui, pemerintah menargetkan dapat membangun pembangkit listrik berkapasitas 35.000 megawatt (MW) dalam lima tahun ke depan. Pembangunan pembangkit listrik tersebut untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional yang tumbuh hingga 9 persen per tahun.
(Baca: Cadangan Listrik di Indonesia Mengkhawatirkan)
Untuk merealisasikan pembangunan proyek pembangkit 35.000 MW, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) akan mempercepat penandatanganan perjanjian jual beli listrik. Ini diperlukan sebagai jaminan bagi swasta yang akan berpartisipasi dalam proyek tersebut.
PLN menargetkan perjanjiaan jual beli tenaga listrik (Power Purchase Agreement/PPA) sebesar 13.400 megawatt (MW) bisa selesai tahun ini. Beberapa proyek tersebut diantaranya pembangkit Jawa 5 dan Jawa 7 berkapasitas 2x1.000 MW di Banten dan pembangkit di Cilacap dengan kapasitas 600 MW.
Tahun ini PLN juga akan menyelesaikan perjanjian jual beli tenaga listrik Jawa 4 di Jepara dengan kapasitas 2x1.000 mw. Untuk pembangkit listrik di Sumatera Selatan 9 dan 10 berkapasitas 1.800 MW.