KATADATA ? PT Pertamina (Persero) menyebut salah satu faktor penghambat pengembangan listrik panas bumi adalah masalah harga. Harga jual listrik dari pembangkit panas bumi terlalu murah, dan belum mencapai harga keekonomian.
?Seharusnya harga jual listrik ke PLN US$ 9-10 sen. Sekarang kan US$ 7 sen," ujar Senior Vice President Coorporate Strategic Growth Pertamina Gigih Prakoso Soewarto, pada acara Pertamina Energy Outlook di Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (4/12).
Menurut dia, seharusnya pengembalian investasi atau investment rate of return (IRR) dipatok minimal 14 persen per tahun. Salah satunya dengan menaikkan harga pembelian listrik panas bumi. Ini dilakukan agar investor lebih tertarik untuk berinvestasi di sektor panas bumi.
Dia mengatakan dalam waktu lima tahun ke depan Pertamina berusaha meningkatkan kapasitas pembangkit menjadi 800-900 megawatt. Saat ini kapasitas pembangkit sekitar 400-500 megawatt. Namun, peningkatan kapasitas ini juga belum fokus pada pengembangan panas bumi.
Tahun depan, Pertamina akan melakukan eksplorasi di (PLTP) Lumut Balai dan Hulu Lais. Kedua pembangkit tersebut hanya akan mampu menghasilkan listrik sebesar 55 megawatt.
Mengenai masalah harga pembelian listrik panas bumi ini pemerintah telah menetapkan patokan harga yang cukup tinggi. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM nomor 17 tahun 2014 tentang pembelian tenaga listrik dari PLTP Dan Uap Panas Bumi.
Dalam aturan tersebut, harga pembelian listrik untuk Wilayah I, yakni Jawa, Sumatera dan Bali sebesar US$ 11-15 sen per kilowatt jam (kWh). Untuk diwilayah dua itu US$ 17-23 sen per kWh, harga bagus, tinggi sudah, kemudian di wilayah tiga US$ 25-29 sen per kWh.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia, yakni sebesar 30 gigawatt yang tersebar di 285 lokasi. Potensi tersebut merupakan 40 persen potensi panas bumi dunia.
Meski demikian, pemanfaatan potensi panas bumi Indonesia masih sangat kecil, yakni hanya 1.341 megawatt, atau kurang dari 5 persennya. Padahal jika dimanfaatkan dalam 30 tahun, potensi panas bumi ini setara dengan 12 miliar barel minyak.
Pemerintahan sebelumnya pernah menargetkan penambahan kapasitas PLTP sebesar 300 megawatt setiap tahunnya. Target pemanfaatan listrik dari panas bumi tersebut masih dalam kisaran 6 persen dari total potensi yang ada.