KATADATA ? Kalangan industri keuangan mengharapkan pemerintah dan parlemen segera membahas penyusunan Undang-Undang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) untuk mengantisipasi terjadinya krisis.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Djaelani mengatakan, perekonomian Indonesia saat ini tengah menghadapi sejumlah tantangan, terutama yang berasal dari tekanan ekonomi global seiring kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), the Fed.
Saat ini pemerintah dan DPR tengah membahas RUU Perbankan, sementara sampai saat ini RUU JPSK tidak kunjung dibahas. ?Dua-duanya (UU Perbankan dan JPSK) penting. Tapi untuk hadapi the Fed, UU JPSK lebih penting,? kata dia seusai menghadiri acara sosialisasi layanan mikro PT Bank Mandiri Tbk di Jakarta, Senin (29/9).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin mengatakan, sektor perbankan membutuhkan kebijakan pemerintah dan regulator guna menghadapi kebijakan the Fed. Kenaikan suku bunga bank sentral AS tersebut diprediksi memengaruhi suku bunga di dalam negeri.
?Kalau itu (suku bunga the Fed) naik dan kita nggak naikkan suku bunga, rupiah akan melemah,? ujar dia.
Budi mengatakan, saat ini pengawasan terhadap industri perbankan sudah cukup baik. Kemungkinan terjadinya krisis pun belum signifikan, terutama karena Indonesia sudah berpengalaman menghadapi krisis pada 2008-2009.
Namun, dia juga mengakui,kenaikan suku bunga akan memicu kenaikan kredit bermasalah. Alhasil, bank yang likuiditasnya kecil bisa berpotensi kolaps. ?Bank yang cash flow-nya nggak bagus, bisa bangkrut,? tutur Budi.
UU JPSK merupakan payung hukum yang dipakai oleh pemerintah, Bank Indonesia (BI), serta otoritas terkait untuk membuat kebijakan menyelesaikan krisis. Pada 15 Oktober 2008 pemerintah mengeluar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 4 tentang JPSK, namun Perppu tersebtu ditolak dijadikan undnag-undang oleh DPR pada 18 Desember 2008.