BI Siapkan Dana Rp 563,6 Triliun untuk Jaga Likuiditas Perbankan

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. BI mencatat dari total cadangan SBN perbankan sebesar Rp 886 triliun ada Rp 563,6 triliun yang bisa direpokan sebelum meminta bantuan dana restrukturisasi.
19/5/2020, 16.51 WIB

Bank Indonesia (BI) mencatat, perbankan memiliki Surat Berharga Negara (SBN) sejumlah Rp 886 triliun per 14 Mei 2020. Dari jumlah tersebut, Rp 563,6 triliun bisa menjadi jaminan untuk meminjam dana ke bank sentral.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut, SBN sebanyak Rp 330,2 triliun yang dimiliki perbankan sangat cukup untuk memenuhi likuiditas. Sehingga, sisanya sebesar Rp 563,6 triliun itu dapat direpo ke BI

"Hingga saat ini, SBN milik perbankan yang telah direpokan ke bank sentral hanya sebesar RP 43,9 triliun. Maka dari itu, masih banyak sisa SBN yang bisa direpokan ke BI," Perry dalam konferensi video, Selasa (19/5).

Ia menilai, dengan likuiditas yang mencukupi ini, kebutuhan penempatan dana pemerintah di perbankan untuk memperlancar upaya restrukturisasi akan sangat kecil.

Pemerintah baru akan menempatkan dana di bank peserta jika seluruh SBN yang dimiliki perbankan sudah direpokan kepada BI. Selain itu, penempatan dana pemerintah juga baru akan dilakukan jika SBN perbankan telah mendekati atau mencapai 6% dari Dana Pihak Ketiga (DPK).

Di sisi lain, masih banyaknya SBN yang belum direpokan ke BI turut menjadi alasan bank sentral belum melakukan kebijakan Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP).

"Jadi gunakan repo yang Rp 563 triliun itu dahulu. Kalau digunakan semua, tentu lebih cukup untuk melakukan restrukturisasi," ujarnya.

(Baca: Sri Mulyani: Penempatan Dana Pemerintah di Bank Khusus untuk UMKM)

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menjelaskan, bahwa tak semua bank yang sedang melaksanakan restrukturisasi debitur terdampak pandemi corona bisa serta-merta mengajukan pinjaman ke bank peserta.

Sebab, jika ada bank pelaksana masih memiliki cadangan SBN, baik berbentuk Surat Utang Negara (SUN) atau Surat Perbendaharaan Negara (SPN), maka akan diminta untuk merepo ke BI terlebih dahulu. Jika hasilnya dirasa belum cukup, maka baru bisa mendaftar meminta likuiditas ke bank peserta.

"Itulah sebabnya, ada aturan excess likuiditas 6%. Jika bank pelaksana memiliki excess likuiditas lebih tinggi dari itu, maka kelebihannya harus direpo dulu sebelum meminta bantuan," kata Wimboh, dalam konferensi video, Jumat (15/5).

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, rencana pemerintah menempatkan dana sebesar Rp 35 triliun di perbankan bukan merupakan bantuan likuiditas. Melainkan untuk memperlancar restrukturisasi debitur UMKM terdampak pandemi virus corona atau Covid-19.

Ia menjelaskan, pemerintah tidak serta-merta menaruh dana di bank, melainkan melalui OJK. Alurnya, bank pelaksana mengajukan proposal untuk permintaan dana restrukturisasi, yang kemudian akan dinilai oleh OJK.

Apabila disetujui, maka bank peserta mengajukan penempatan dana kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Nah, Kemenkeu selanjutnya akan menempatkan dana ke bank jangkar, berdasarkan hasil assessment OJK dan proposal permohonan.

(Baca: OJK Sebut Program Penyangga Likuiditas Tak akan Rugikan Bank)

Reporter: Agatha Olivia Victoria