Pemerintah berencana menghapus kelas peserta mandiri Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Tujuannya, agar tak terjadi lagi perbedaan fasilitas kesehatan antar masyarakat.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien menjelaskan, pihaknya dalam jangka panjang ingin mengembalikan amanah Pasal 23 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014. Isinya, dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar.
"Jadi konsep ideal ke depan, hanya akan ada satu kelas tunggal di jaminan kesehatan nasional. Sehingga tidak ada kelas rawat inap rumah sakit," kata Muttaqien kepada Katadata.co.id, Rabu (20/5).
Hal ini dilakukan, demi memastikan adanya prinsip kesetaraan, bahwa semua lapisan masyarakat mendapatkan hak yang sama tanpa dibedakan kelas sosial dan ekonomi. Ia memastikan, konsep kelas standar yang akan disusun tetap memperhatikan kualitas dan kesanggupan peserta.
Adapun, jika ada peserta ingin naik ke kelas yang lebih tinggi dari kelas standar, maka bisa mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan, dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan tersebut.
Meski demikian, dirinya belum bisa memerinci lebih lanjut besaran iuran kelas standar tersebut. Sebab, untuk menuju kelas tunggal tersebut, pihaknya masih membutuhkan waktu. Terutama, di dalam mematangkan konsep dan spesifikasi kelas standar, kesiapan rumah sakit, pendanaan, maupun harmonisasi regulasi.
(Baca: Pemerintah Tanggung Iuran Peserta Kelas III BPJS Rp 5,8 T per Bulan)
"Perubahan dari kebijakan rawat inap kelas standar ke depannya tentu akan mempengarui mekanisme tarif rumah sakit dan akhirnya kepada penentuan iuran," ujarnya.
Kendati demikian, proses penghapusan kelas peserta BPJS Kesehatan akan dilakukan secara bertahap dengan target paling lambat tahun 2022. "Kajian untuk peninjauannya sendiri diharapkan selesai paling lambat Desember 2020," kata dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang jaminan kesehatan, dan resmi membatalkan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan sebelumnya yang mencapai hingga 100%. Namun dalam Perpres baru tersebut, Jokowi tetap menaikkan iuran bagi peserta mandiri kelas 1 dan 2 berlaku 1 Juli 2020.
Dalam Pasal 34 aturan tersebut, dijelaskan bahwa besaran iuran untuk peserta mandiri kelas III sama dengan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan, yakni Rp 42.000 per bulan. Namun, khusus tahun ini peserta mandiri hanya perlu membayar Rp 25.500 per orang per bulan. Sementara, pemerintah akan menanggung sisanya sebesar Rp 16.500.
Untuk tahun depan dan selanjutnya, peserta mandiri akan membayarkan iuran sebesar Rp 35.000 dan pemerintah akan membayarkan sisanya Rp 7.000. Sementara, iuran untuk peserta mandiri kelas II dan kelas I, ditetapkan masing-masing sebesar Rp 100.000 dan Rp 150.000, yang mulai berlaku pada 1 Juli 2020.
(Baca: Syarat dan Cara Turun Kelas BPJS Kesehatan Bagi yang Tak Mampu Bayar )