Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Perppu Nomor 1 tahun 2020 menjadi Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 tetang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19. Hal ini disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat menjawab pertanyaan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman mengenai status Perppu tersebut.
Pengesahan dilakukan Jokowi usai Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui pengesahan Perppu tersebut pada Sidang Paripurna, Selasa (12/5). "Pemerintah telah mengesahkan persetujuan DPR tersebut melalui UU Nomor 2 tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 tahun 2020," kata Sri Mulyani dalam Sidang Pleno di Gedung MK, Jakarta, Rabu (20/5).
Sri Mulyani menjelaskan UU Nomor 2 tahun 2020 tercantum dalam Lembaran negara tahun 2020 Nomor 134. "Tercantum dalam Lembaran Negara Tahun 2020 Nomor 134 tambahan Lembaran Negara Nomor 6516 dan selanjutnya disebut UU Nomor 2 tahun 2020," ujarnya.
(Baca: Sri Mulyani: Defisit APBN 2020 Berpotensi Tembus Rp 1.000 Triliun)
Mengutip UU Nomor 2 tahun 2020, UU tersebut telah disahkan presiden pada 16 Mei 2020. Adapun UU itu kemudian diundangkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly pada Senin (18/5) lalu.
UU Nomor 2 tahun 2020 merupakan landasan hukum kebijakan keuangan di tengah situasi yang genting akibat pandemi corona. Melalui UU tersebut, pemerintah menambah alokasi belanja dan pembiayaan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (ABPN) 2020 sebesar Rp 405,1 triliun yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2020.
Secara rinci, sekitar Rp 150 triliun anggaran itu untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional, termasuk di dalamnya restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha.
(Baca: BI Borong Surat Utang Pemerintah Rp 22,8 Triliun di Pasar Perdana)
Lalu, Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan, meliputi perlindungan tenaga kesehatan, pembelian alat kesehatan, perbaikan fasilitas kesehatan, dan insentif dokter. Kemudian, sebesar Rp 110 triliun untuk jaring pengaman sosial.
Pemerintah pun menambah anggaran kartu sembako, kartu prakerja, dan subsidi listrik. Terakhir, Rp 70,1 Triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat. Selain itu, UU ini juga memberikan perluasan kewenangan bagi Bank Indonesia dalam menstabilisasi sistem keuangan. Salah satunya, penetapan bank sentral agar bisa membeli surat utang negara di pasar primer.